REFRESING

REFRESING
GILI TRAWANGAN

Kamis, 24 Januari 2013

LAPORAN KEPERAWATAN KELUARGA


LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA TnH DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA PENYAKIT GOITER/ GONDOK
 DI DUSUN KALIBENING DESA MAMBEN DAYA KECAMATAN WANASABA LOMBOK TIMUR



 











Oleh  :
NURUL HADI
NIM: 0902MK066



PROGRAM STUDI : S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH  TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR LOTIM NTB
2013

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) HAMZAR Lombok Timur


Hari                 : ..............................................
Tanggal           : ..............................................







                                                                                    Mamben,          Januari 2013
                                                                                                Mengetahui,
            Dosen Pembimbing,                                                    Mahasiswa,



  ( Ns. SAIFURRAHMAN, S. Kep, M.Pd )                       ( NURUL HADI  )
   NIP:                                                                                   NIM: 0902 MK066







KATA PENGENTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, magfirah, dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Keluarga ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada TnH Dengan Salah Satu Anggota Keluarga Menderita Penyakit Goiter/ Gondok Di Di Dusun Kalibening Desa Mamben Daya Kecamatan Wanasaba Lombok Timur”.
            Selama penyusunan Laporan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis Mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Bapak H. M. Nagib, M. Kes, selaku Ketua STIKES HAMZAR Lombok Timur.
2.      Bapak Ns. L. Win Isfandiar, S.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan STIKES HAMZAR..
3.      Bapak Ns. Saifurrahman, S.Kep, M.Pd selaku Dosen Pembimbing dalam Penulisan Laporan ini.
4.      Bapak Tn “ H” dan Keluarga selaku keluarga lahan praktik.
5.      Kepada Rekan- rekan seperjuangan S1 Keperawatan STIKES HAMZAR.
6.      Kepada Kedua Orang Tuaku, saudara-saudaraku tercinta serta semua keluarga yang telah memberi dorongan moril, spirituil dan materil.
7.      Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Laporan Keperawatan keluarga ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan Laporan Keperawatan keluarga ini..
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Keperawatan Keluarga ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dimasa mendatang.
Semoga Laporan ini, dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya mahasiswa S1 Keperawatan berikutnya. Amin.

Mamben, Desember 2012




Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN SAMPUL DALAM……………………………………………          i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………......                     ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..         iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………          v
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………...          1
A. Latar Belakang..……………………………………………………         1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………          3
C. Tujuan……………………………………………………………..           3
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………           ..          5
A. Konsep Keluarga………………………………………………….           5
B. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Goiter/ gondok..………..           19
BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA Tn “H” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA
MENDERITA GOITER/ GONDOK…………………………………………        36
A. Pengkajian Keluarga.……………………………………………….        36
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………..        52
C. Perencanaan Keperawatan………………………………………….        59
D. Pelaksanaan dan Evaluasi…………………………………………..        62
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..        65
A. Kesimpulan………………………………………………………….       65
B. Saran…………………………………………………………………       65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN
 
BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Praktek Keperawatan komunitas bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan menekankan pada peningkatan peran serta masyarakat dalam melekukan upaya pencegahan, peningkatkan dan mempertahankan kesehatan. Salah satu sasaran Praktek Keperawatan Komunitas adalah keluarga sehingga dikenal dengan sebutan asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga. Hal ini karena keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat itu sendiri. Namun kenyataan menunjukkan bahwa penerapan konsep asuhan Keperawatan Kesehatan Keluarga sampai dengan saat ini belum dilaksanakan dengan baik oleh perawat Puskesmas.
Menurut Salvicion G. Bailon & Arracelis Maglaya, Perawat Kesehatan Keluarga, 1978), selama ini perawat kesehatan diakui dan dihormati sebagai anggota tim Kesehatan karena sifat-sifat pribadi dan kemampuannya sebagai individu bukan karena kemampuan profesionalitasnya sebagai perawat. Hal ini disebabkan karena kurang pengetahuan atau ketidakmampuan perawat untuk menegaskan perannya, tidak ada polahan yang sama dalam keperawatan dan tidak ada kesepakatan perawat tentang peranan sebenarnya dari perawat. Tentu dalam hal ini termasuk juga perawat kesehatan masyarakat dalam kondisi seperti ini, praktek keperawatan kesehatan masyarakat seperti tidak nampak untuk dinikmati oleh masyarakat dari perawat sebagai sebuah profesi, oleh karena itu kehadiran perawat dalam tim kesehatan hanyalah sebagai pelengkap belaka terutama sebagai pembantunya dokter.
Jenjang pendidikan keperawatan di Indonesia yang beraneka ragam tanpa adanya batasan yang jelas akan peran dan fungsi masing-masing semakin mempersulit praktek Keperawatan Komunitas. Belum adanya standart praktek Keperawatan Komunitas yang diakui berdasarkan kesepakatan masyarakat Keperawatan Indonesia mengakibatkan praktek Keperawatan Komunitas menjadi kabur. Termasuk belum adanya jenjang spesialisasi perawat Komunitas mengakibatkan persepsi konsep Keperawatan Komunitas ditafsir secara sendiri-sendiri oleh perawat dan tidak adanya figur narasumber yang bisa didengar dan dipanuti berdasarkan tingkat kepahaman. Konsep Keperawatn Komunitas yang ada saat ini masih merupakan adopsi dari konsep-konsep luar negeri yang belum tentu cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan di atas maka tantangan perawat kesehatan masyarakat begitu berat untuk dipecahkan. Namun Keperawatan Nasioanal Indonesia sebagai sebuah profesi yang diakui berdasarkan hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1985 dituntut mampu memecahkan berbagai persoalan tersebut sebagai konsekwensi profesi masyarakat Keperawatan yang tergabung dalam wadah PPNI harus mampu merumuskan bersama akan peran, fungsi dan standart praktek Keperawatan Komunitas. Perlu dirujuk kembali berdasarkan ketentuan WHO (Salvicion G. Bailon & Arracelis Maglaya, 1978) dimana untuk mencapai sasaran kesehatan masyarakat Perawat Kesehatan harus mendapat tanggungjawab yang lebih luas dalam hal diagnostik dan penggobatan.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dan bagaimana upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan menekankan pada aspek peran serta masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan, peningkatan dan mempetahankan status kesehatan sebagai tujuan praktek Keperawatan Komunitas penulis merumuskan bagaimana penerapan asuhan keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
C.  Tujuan
1.      Tujuan Umum :
Untuk menerapkan asuhan keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
2.      Tujuan Khusus :
a.       Mampu menerapkan pengkajian keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
b.      Mampu menegakkan iagnose keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
c.       Mampu membuat perencanaan keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
d.      Mampu menginplementasikan keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
e.       Mampu melakukan evaluasi keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.
f.       Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga pada Tn ‘H” dengan salah satu anggota keluarga menderita Goiter/ gondok.

BAB II
LANDASAN TEORI
A.     Konsep Keluarga
1. Definisi
          Keluarga adalah Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes.RI, 1988).
          Keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau Adopsi. (Bailon & Maglaya, 1978).
          Keluarga adalah Dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkugannya. (BKKBN,1999).
          Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. (UU No. 10 tahun 1992)
2. Tipe Keluarga
          Pembagian Tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara Tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Keluarga Inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga Besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-Nenek, paman- Bibi) Namun, dengan berkembangnya peran Individu dan meningkatnya rasa Individualisme, Pengelompokan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang menjadi:
1. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
2. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
3. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)
4. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone).
5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting family)
6. keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and lesbian family)


3. Struktur Keluarga
          Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat sekitarnya. Parad dan caplan, 1965 yang diadobsi oleh Friedmen mengatakan ada empat elemen struktur keluarga, yaitu:
1. Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing anggota
keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.
2. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.
3. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.
4. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
Di Indonesia keluarga dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu :
1. Keluarga prasejahtera
Adalah Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, papan, dan kesehatan, atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indicator keluarga sejahtera Tahap I.
2. Keluarga Sejahtera tahap I (KS I)
Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, Tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, KB, Interaksi dalam keluarga, Interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan Transportasi.
Indikator keluarga Tahap I
Ö† Melakukan Ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
Ö† Makan dua kali sehari atau lebih
Ö† Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
Ö† Lantai rumah bukan dari tanah
Ö† Kesehatan (anak sakit atau PUS ingin ber-KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.
3. Keluarga Sejahtera tahap II (KS II)
Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh Informasi
Indikator keluarga Tahap II
Ö† Melakukan Ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
Ö† Makan dua kali sehari atau lebih
Ö† Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
Ö† Lantai rumah bukan dari tanah
Ö† Kesehatan (anak sakit atau PUS ingin ber-KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.
Ö† Anggota keluarga melaksanakan Ibadah secara teratur menurut agama masing-masing yang dianut.
Ö† Makan Daging/telur/ikan sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu.
Ö† Memperoleh baju baru dalam satu tahun terakhir
Ö† Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m² perorang
Ö† Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing
Ö† Keluarga yang 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap
Ö† Bisa baca, tulis latin bagi semua anggota keluarga dewasa yang berumur 10 s/d 60 th
Ö† Anak usia sekolah (7-15 th) bersekolah
Ö† Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini menggunakan kontrasepsi.

4. Keluarga Sejahtera tahap III (KS III)
Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keaagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dsb.
Indikator keluarga Tahap III
Ö† Melakukan Ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
Ö† Makan dua kali sehari atau lebih
Ö† Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
Ö† Lantai rumah bukan dari tanah
Ö† Kesehatan (anak sakit atau PUS ingin ber-KB dibawa kesarana/petugas
    kesehatan.
Ö† Anggota keluarga melaksanakan Ibadah secara teratur menurut agama masing-masing yang dianut.
Ö† Makan Daging/telur/ikan sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu.
Ö† Memperoleh baju baru dalam satu tahun terakhir
Ö† Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m² perorang
Ö† Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing.
Ö† Keluarga yang 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.
Ö† Bisa baca, tulis latin bagi semua anggota keluarga dewasa yang berumur 10 s/d 60 th.
Ö† Anak usia sekolah (7-15 th) bersekolah
Ö† Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini menggunakan kontrasepsi.
Ö† Upaya keluarga untuk menambah/ meningkatkan pengetahuan agama
Ö† Keluarga mempunyai tabungan
Ö† Makan bersama paling kurang sekali sehari
Ö† Ikut serta dalam kegiatan masyarakatÖ† Rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan
Ö† Memperoleh berita dari surat kabar, Radio, televisi dan majalah
Ö† Anggota keluarga mampu menggunakan sarana Transportasi
5. Keluarga Sejahtera tahap III Plus (KS III plus)
Adalah keluarga yang telah dapat memnuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun pengembangan, serta telah mampu memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Indikator keluarga Tahap III Plus
Ö† Melakukan Ibadah menurut agama masing-masing yang dianut
Ö† Makan dua kali sehari atau lebih
Ö† Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan
Ö† Lantai rumah bukan dari tanah
Ö† Kesehatan (anak sakit atau PUS ingin ber-KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.
Ö† Anggota keluarga melaksanakan Ibadah secara teratur menurut agama masing-masing yang dianut.
Ö† Makan Daging/telur/ikan sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu.
Ö† Memperoleh baju baru dalam satu tahun terakhir
Ö† Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m² perorang
Ö† Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat
    melaksanakan fungsi masing-masing
Ö† Keluarga yang 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap
Ö† Bisa baca, tulis latin bagi semua anggota keluarga dewasa yang berumur 10 s/d 60 th
Ö† Anak usia sekolah (7-15 th) bersekolah
Ö† Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini menggunakan kontrasepsi.
Ö† Upaya keluarga untuk menambah/ meningkatkan pengetahuan agama
Ö† Keluarga mempunyai tabungan
Ö† Makan bersama paling kurang sekali sehari
Ö† Ikut serta dalam kegiatan masyarakat
Ö† Rekreasi bersama/penyegaran paling kurang dalam 6 bulan
Ö† Memperoleh berita dari surat kabar, Radio, televisi dan majalah
Ö† Anggota keluarga mampu menggunakan sarana Transportasi
Ö† Memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela
dalam bentuk material kepada masyarakat
Ö† Aktif sebagai pengurus yayasan/ panti
4. Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga (Friedman,1998) adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) adalah fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lan di luar rumah.
3. Fungsi reproduksi (The reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
5. Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu difahami dan dilakukan, meliputi:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.
6. Keluarga Sebagai Sistem
Pengertian sistem yang paling umum adalah kumpulan dari beberapa bagian fungsional yang saling berhubungan dan tergantung satu dengan yang lain dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Keluarga sebagai sistem mempunyai karakteristik dasar yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Keluarga sebagai sistem terbuka.
Suatu sistem yang mempunyai kesempatan dan mau menerima atau memperhatikan lingkungan (masyarakat) sekitarnya.
2. keluarga sebagai sistem tertutup
Suatu sistem yang kurang mempunyai kesempatan, kurang mau menerima atau memberi perhatian kepada lingkungan (masyarakat) sekitarnya.
7. Tugas Perkembangan Keluarga Sesuai Tahap Perkembangan
Minichin (1974) Siklus perkembangan keluarga merupakan komponen kunci dalam setiap kerangka kerja yang memandang keluarga sebagai suatu system.
No
Tahap Perkembangan
Tugas Perkembangan (Utama)
1
Keluarga baru menikah
* Membina hubungan intim yang memuaskan
*Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial.
* Mendiskusikan rencana memiliki anak
2
Keluarga dengan anak baru lahir
*Mempersiapkan menjadi orang tua
*Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, Interaksi keluarga, hubungan seksual, dan kegiatan
*Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya

3
Keluarga dengan anak Usia prasekolah

*Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, missal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman
*Membantu anak untuk bersosialisasi
*Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga harus terpenuhi
*Mempertahankan hubungan yang sehat, baik didalam atau diluar keluarga (keluarga lain dan liingkungan sekitar)
*Pembagian waktu untuk Individu, pasangan, dan anak (biasanya anak mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi)
*Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
*Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
4
Keluarga dengan anak usia sekolah
*Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah, dan lingkungan lebih luas (yang tidak/kurang diperoleh dari sekolah atau masyarakat)
*Mempertahankan keintiman pasangan
*Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga
5
Keluarga dengan anak remaja

*Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi
*Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga
*Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, Hindarkan terjadinya perdebatan, Kecurigaan, dan permusuhan.
*Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga
6
Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa

*Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar
*Mempertahankan keintiman pasangan
*Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat
*Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan di rumah
7
Keluarga Usia pertengahan
*Mempertahankan kesehatan Individu dan pasangan usia pertengahan
*Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya
*Meningkatkan keakraban pasangan
8
Keluarga Usia Tua
*Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangannya
*Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi: kehilangan pasangan, kekuatan fisik, dan penghasilan keluarga
*Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
*Melakukan life Review masa lalu

B.     Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Goiter/ Gondok
1. Definisi
          Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. (Rahza, 2010)
          Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik. (Tambayong, 2000)
          Gondok adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa bermacam-macam, dimana kelenjar tiroid diperlukan untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi mengontrol metabolisme tubuh, keseimbangan tubuh dan pertumbuhan perkembangan yang normal.
2. Etiologi
1.    Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik pada jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s. Ini adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.
Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok.
2.    Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
3.     Kurang iodium dalam diet, sehingga kinerja kelenjar tiroid berkurang dan menyebabkan pembengkakan.
Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya:
1.    Choroid
2.    Ciliary body
3.    Kelenjar mammae
4.    Plasenta
5.    Kelenjar air ludah
6.    Mukosa lambung
7.    Intenstinum tenue
8.    Kelenjar gondok
Sebagian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
4.           Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid
-          Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid,
Tiroiditis. Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
-          Beberapa disebabkan oleh tumor  (Baik dan jinak tumor kanker)
Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.
-          Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
3. Klasifikasi
a. Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
b. Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.
c. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
d. Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
e. Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
f. Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
g. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
          Stadium   O – A         :  tidak ada goiter.
Stadium O – B           : goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher terekstensi penuh.
Stadium I                  :goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi penuh.
Stadium II                 : goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
 Stadium III     :  goiter yang besar terlihat dari Darun.
 4  Manifestasi Klinis
          Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. (Sadler et al, 1999)
          Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al, 1999)
          Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
          Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
 5. Patofisiologi
          Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok
          Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
          Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
          Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
          Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
          Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
          Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien. (Rahza, 2010)
6. Pencegahan
          Penyakit goiter dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak dikawasan yang kandungan yodiumnya buruk.
          Hipertropi terjadi karena asupan rerata yodium kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam hingga mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan goiter.
          Pengenalan garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah Penyakit goiter dalam masyarakat yang rentan
7. `Penatalaksanaan
Perawatan yang diberikan akan tergantung pada penyebab gondok seperti yang sudah disebutkan di etiologi :
1. Defisiensi Yodium
Gondok disebabkan kekurangan yodium dalam makanan maka akan diberikan suplementasi yodium melalui mulut. Hal ini akan menyebabkan penurunan ukuran gondok, tapi sering gondok tidak akan benar-benar menyelesaikan.
2. Hashimoto Tiroiditis
Jika gondok disebabkan Hashimoto tiroiditis dan hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid sebagai pil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi biasanya tidak membuat gondok benar-benar hilang. Walaupun gondok juga bisa lebih kecil, kadang-kadang ada terlalu banyak bekas luka di kelenjar yang memungkinkan untuk mendapatkan gondok yang jauh lebih kecil. Namun, pengobatan hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besar.
3. Hipertiroidisme
Jika gondok karena hipertiroidisme, perawatan akan tergantung pada penyebab hipertiroidisme. Untuk beberapa penyebab hipertiroidisme, perawatan dapat menyebabkan hilangnya gondok. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya gondok.
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
4. Obat antitiroid
Indikasi :
1.    Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2.    Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3.    Persiapan tiroidektomi
4.    Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5.    Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
5. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
1.    Pasien umur 35 tahun atau lebih
2.    Hipertiroidisme yang kambuh
3.    Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4.    Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
5.    Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
1.    Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2.    Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3.    Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4.    Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5.    Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
6. Multinodular
Banyak gondok, seperti gondok multinodular, terkait dengan tingkat normal hormon tiroid dalam darah. Gondok ini biasanya tidak memerlukan perawatan khusus setelah dibuat diagnosa yang tepat.
7. Diagnosa Keperawatan
1.    Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher, penekanan trakhea.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
3.    Gangguan konsep diri  : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu, adanya pembesaran pada leher
4.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
8. Intervensi
1.             Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher, penekanan trakhea.
Tujuan               : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil    : Dalam 3x 24 jam, pasien
RR= 16-20x/ menit
Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau frekwensi pernafasan , kedalaman, dan kerja pernafasan
Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien
2
Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat
Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas
3
Ajari klien latihan nafas dalam
Untuk menstabilkan pola nafas
4
Persiapkan operasi bila diperlukan.
Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya  penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
Tujuan               : Menunjukkan status gizi pasien yang adekuat
Kriteria Hasil    : dalam 3×24 jam, pasien menunjukkan
BB normal
Albumin normal 3,5-5 mg/dL
Peningkatan nafsu makan
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji adanya kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah.
kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah adalah factor yang menentukan asupan makan pasien
2
Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat bada setiap hari serta laporkan adanya penurunan.
Mengetahui status nutrisi pasien
3
Dorong klien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga beri makanan lunak, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
Mempermudah pasien menelan makanan
4
Beri/tawarkan makanan kesukaan klien.
Meningkatkan nafsu makan pasien
5
Kolaborasi : konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
Mencukupi nutrisi sesuai yang dibutuhkan pasien
  1.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu, adanya pembesaran pada leher
Tujuan               : menunjukkan peningkatan harga diri
Kriteria Hasil    : Dalam 3×24 jam, pasien menunjukkan
Penerimaan diri secara verbal
Mengerti akan kekuatan diri
Melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau tingkat perubahan rentang harga diri rendah
Mengetahui kopping individu pasien
2
Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis
Meningkatkan hubungan saling percaya dengan pasien
3
Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk klien, tingkatkan pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang berharga.
Meningkatkan harga diri pasien
4
Diskusikan masa depan klien, bantu klien dalam menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan panjang.
Membantu klien menentukan masa depan yang diinginkan
  1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan             : Menunjukkan peningkatan pengetahuan klien
Kriteria Hasil   : Dalam 2×24 jam, pasien
Mengikuti pengobatan yang disarankan
Peningkatan pengetahuan pasien
Dapat menghindari sumber stress
No
Intervensi
Rasional
1
Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu
Meningkatkan pengetahuan pasien
2
Identifikasi sumber stress dan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan
Agar pasien bisa menghindari sumber stress
3
Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya
Dapat mengidentifikasi gejala awal dari gondok
4
Diskusikan mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut
Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan


BAB  III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA KELUARGA Tn “H” DENGAN SALAH SATU ANGGOTA KELUARGA MENDERITA GOITER/ GONDOK

Nama Mahasiswa                  : Nurul Hadi
NIM                                        : 0902MK066
Tanggal Pengkajian              : Kamis 13 Desember 2012
A.  Pengkajian Keluarga
      I.    Data Umum :
1.      Nama Kepala Keluarga                 : Tn “H”
2.      Umur                                             : 70 Tahun
3.      Alamat dan Telepon                      : Dusun Kalibening, Desa Mamben Daya Kec. Wanasaba
4.      Pekerjaan Kepala Keluarga           :  Tidak Bekerja
5.      Pendidikan Kepala Keluarga        :  SD
6.      Komposisi Keluarga                      :



No
Nama
JK
Umur
Hub dgn klg
Pendidikan
Pekerjaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tn “H”
Ny “W”
Nn “H”
Ny “W”
An ” Z”
An “L”
L
P
P
P
P
P
70 TH
55 TH
27 TH
30 TH
14 TH
4 TH
Kepala Keluarga
Istri
Anak
Cucu
Buyut
Buyut
SD
SD
SD
SD
SMP
TK
Tidak Bekerja
IRT
Tidak Bekerja
Tidak Bekerja
Pelajar
Pelajar

Genogram :
                                           








 
                                     Menderita Goiter                    


 



Keterangan :
                  :  Laki-Laki Hidup
                  :  Perempuan Hidup
                  :  Identifikasi Klien
                  :  Laki-laki Meninggal
                  :  Perempuan Meninggal
______      : Garis Keturunan
----------     : Tinggal Serumah
7.      Tipe Keluarga.
      Tipe Keluarga ini adalah Extended Family.Terdiri dari Ibu Bapak, 1 Anak, 1 Cucu, dan 2 Buyut.
8.      Latar Belakang Budaya
      Seisi keluarga bersuku sasak, bahasa sasak.
      Kebiasaan sehari hari sebelum dan sesudah makan membaca do’a, pakain yang digunakan sehari- hari adalah pakaian modern yang bisa menutup aurat.
9.      Identifikasi Religius
      Seisi keluarga menganut agama Islam. Tidak ada keyakinan yang berdampak buruk pada status kesehatan.
10.  Status Sosial Ekonomi Keluarga.
      Tn “H” mengatakan dulu dia bekerja sebagai pedagang, sekarang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan, sama dengan isterinya yang sebagai ibu rumah tangga, tidak mempunyai penghasilan apalagi lagi kondisi Ny “W” yang dalam keadaan sakit. Sementara untuk belanja keperluan sehari- hari bergantung dari anak- anaknya yang sudah kawin dan bekerja dan yang diberikan oleh anak- anaknya pun tidak tentu. Tn “H” dan Ny “W” juga mengatakan bahwa Allah itu maha kaya, rezeki itu Allah yang mengatur. Tn “H” dan Ny “W” juga mengatakan dari pemberian yang diberikan oleh anak- anaknya tidak cukup untuk biaya makan, minum, berobat dan beli pakaian serta biaya sekolah anak, cucu dan buyutnya.
11.  Aktifitas Rekreasi Keluarga.
·         Anak dan cucu Tn “H” dan Ny “W” lebih senang berada dirumah menonton TV bersama Tn “H” dan Ny “W”.
·         Sesekali keluarga mengunjungi sanak famili Tn “H” di Bayan atau bersenda gurau dengan tetangga.
II.  Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
1.      Tahap perkembangan keluarga saat ini :
Keluarga berada pada tahap perkembangan keluarga usia tua.
2.      Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi :
Tahap perkembangan yang belum terpenuhi adalah tahap perkembangan keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa karena satu anak dari Tn “H” dan Ny “W” yang bernama An “H” belum menikah.
3.      Riwayat keluarga inti :
Tn “H” mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan tertentu, Hanya pada tahun 2011 Tn “H” mengatakan sudah dioperasi dokter karena menderita batu saluran kencing, saat ini Tn “H” sering merasakan kaki dan lututnya nyeri.
Ny “W” mengatakan saudara dari ibu kandungnya (bibi) menderita penyakit yang sama seperti yang dideritanya dan beliau sudah meninggal.
Mengenai anak-anak dikatakan Tn “H” tidak pernah menderita penyakit berat tertentu, kecuali demam, batuk pilek biasa.
4.      Riwayat keluarga sebelumnya :
Tn”H” mengatakan menjadi anak tunggal, ibu bapaknya sudah dipanggil yang maha kuasa. Ny “W” mempunyai saudara 3 orang dan  Ny “W” sebagai anak pertama, kedua saudaranya masih hidup sementara ibu bapaknya sudah meninggal.
III.    Data Lingkungan
1.      Karakteristik rumah :
Denah:
KM
LR
RT 2
RT 3
RT4


DP

RK2

 RM
RK 1


 RT 1
TR



                                            
Keterangan:
RT    : Ruang Tidur
KM   : Kamar Mandi
DP    : Dapur
RK   : Ruang Keluarga
RM   : Ruang Makan
TR    : Teras
LR    : Lorong
Luas rumah 48 m2 dengan panjang 12 m dan lebar 4 m. terdiri dari 4 kamar tidur, 2 ruang keluarga, satu kamar mandi, satu buah dapur dan satu ruang tempat makan, memiliki teras, dan ada lorong menuju kamar mandi. Tipe rumah semi permanent. Jendela rumah terdapat diruang keluarga dengan posisi menghadap ke barat, satu buah diruang tidur dan di kamar tidur masing-masing satu buah,  Barang-barang diletakkan dilorong kamar mandi dan di ruang tempat makan  terlihat kursi yang sudah usang dan kurang tertata rapi. Keluarga ini tidak mempunya septi tank, tidak mempunyai WC, dan saluran air di kamar mandi langsung ke kali kecil di belakang rumah sehingga kalau mau BAB pergi kekali. Sumber air minum dan sarana air besih untuk mencuci dari mata air yang disalurkan dari pipa yang ada di masjid. Kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar sehingga banyak asap dalam rumah keluar rumah. Lantai rumah sebagian terbuat dari semen dengan kebiasaan keluarga keluar masuk rumah tanpa melepaskan alas kaki sehingga kesanya banyak debu/ tanah.
2.      Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal yang lebih luas.
Keluarga Tn “H” bertetangga dengan profesi wiraswasta, ada yg sebagai pedagang dan adapula sebagai pembuat batu bata. Semua tetangga beragama Islam dari suku sasak asli yang taat beribadah. Hubungan dengan tetangga dilakukan sepanjang tegur sapa. Kunjung mengunjungi- dilakukan bila ada keperluan saja.
3.      Mobilitas geografis keluarga :
Keluarga ini tidak pernah berpindah-pindah tempat tinggal. Tn “H”dan Ny “W”  kebanyakan berada di rumah karena kondisinya yang sudah tua. Tn “H” sesekali menjenguk anaknya yang sudah melahirkan yang berada di bayan.
4.      Hubungan Keluarga dengan fasilitas- fasilitas kesehatan dalam komunitas
Keluarga Tn “H” apabila sakit berobat ke dukun, ke pak mantri terdekat  dan kepuskesmas. Keluarga Tn “H”  aktif dalam perkumpulan Tahlilan bagi Bapak dan Ibu. Sedangkan anak-anak dan cucu aktif kegiatan ngaji dan remaja masjid.
5.      Sarana pendukung keluarga :
Selama ini yang aktif merawat Tn “H” dan Ny “W” adalah anaknya sendiri yang belum menikah. Tn “H” dan Ny “ W” mengatakan tidak punya tabungan khusus hari tua atau untuk membiayai kesehatan. Jarak rumah degan fasilitas kesehatan terdekat yaitu Puskesmas pembantu ± 500 m, keluarga ini tidak mempunyai Jamkesmas ataupun jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah. Tn “H” mengatakan untuk biaya pengobatannya dibantu oleh anak- anaknya. Saat ini Tn “H”  lebih memilih dukun secara alternative, mantri dan karena tidak mempunyai biaya tidak pernah memeriksakannya ke dokter.
IV.    Struktur Keluarga
1.      Pola Komunikasi Keluarga :
Tn “H” da Ny “ W”  mengatakan komunikasi keluarga dilakukan secara terbuka. Menurut Tn “H”, kadang-kadang menegur dengan keras kepada cucunya yang nakal dan ribut ketika waktu jam istirahat.
2.      Struktur Kekuasaan
Tn “H” mengatakan dirinya sudah tua dan sakit-sakitan. Oleh karena itu tidak mempunyai peran khusus untuk merubah perilaku orang lain di masyarakat. Kecuali terhadap anak dan cucunya yang sering diingatkan untuk menjaga pergaulan yang baik agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang merusak citra keluarga.
3.      Struktur Peran :
Tn “H” hanya sebagai anggota Takmir Masjid sedangkan Ny “W” sebagai anggota pengajian ibu- ibu.
4.      Struktur Nilai- nilai Keluarga :
Keluarga memandang sakit disebabkan oleh penyakit, bukan karena faktor magis dan lainnya. Menurut Tn “H” hal magis memang ada tetapi tidak terlalu diperhitungkannya karena selama ini keluarganya tidak pernah menyusahkan orang lain.
Menurut Tn “H”, selama ini banyak orang beranggapan bahwa magis merupakan keadaan yang menakutkan sehingga kalau sakit lebih suka ke dukun terutama penyakit yang tak kunjung sembuh. Padahal menurut Tn “H” kita harus teguh pada keyakinan agama. Oleh karena itu keluarganya sering berobat ke sarana kesehatan bila sakit. Namun sakitnya Ny “W” karena harus berobat rutin ke dokter dimana harga obat semakin mahal sehingga tidak pernah. ini lebih cenderung berobat ke dukun dan pak mantri dengan menggunakan pengobatan alternative dan obat kimia seadanya. Di samping itu menurut Tn “H” dan Ny “W” sebagaimana pandangan umum masyarakat disekitarnya bahwa obat yang diperoleh dari puskesmas sangat terbatas/sederhana sehingga sakit seperti Ny “ W” dianggap sulit sembuh walaupun awalnya sempat berobat beberapa kali ke pak mantri. Terhadap kebiasaan Tn “H”  yang masih merokok, Ny “W”  mengatakan saya serahkan pada keadaan bapak sendiri yang merasakannya. Menurut Tn “H” sendiri mengatakan merokok adalah kebutuhan kalau tidak merokok rasanya sepi.
V.     Fungsi Keluarga
1.      Fungsi Afektif :
Tn “H” dan Ny W” serta satu anak yang sudah dewasa dan belum menikah  yaitu An “H”, mereka memandang dirinya masing-masing layaknya manusia normal lainnya. Kecuali Tn “H” mengatakan dirinya semakin tua dan tidak bisa menafkahi anak dan istrinya. Ny “W”  mengatakan keluarganya saling menghormati satu sama lain dan tetap mempertahankan keharmonisan keluarga.
2.      Fungsi Sosialisasi :
Menurut keluarga, kehidupan mereka tidak lepas dari corak lingkungan agamis muslim yang taat pada aturan ibadah, organisasi dan aktivitas keagamaan.
3.      Fungsi Perawatan Kesehatan :
Secara Umum keluarga masih belum mampu mengenal karakteristik penyakit Goiter/ gondok yang diderita Ny “W”, Dalam mengambil keputusan tindakan kesehatan masih lemah, kemampuan memberikan perawatan pada Ny “W” masih kurang, kemampuan menciptakan lingkungan yang meningkatkan status kesehatan masih kurang, demikian juga dengan pemanfaatan sarana kesehatan sudah cukup baik tetapi tidak konsisten.
4.      Fungsi Reproduksi :
Tn “H” mempunyai 9 orang anak dan mengatakan tidak ingin punya anak lagi. Ny “W”  berumur 55 tahun dan mengatakan sudah berhenti haid. Menurut Tn “H” karena kondisi yang sudah tua dan sering sakit- sakitan, sehingga hampir tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Menurut Tn “H” dan Ny “W”  keduanya bisa menerima keadaan seperti ini selain karena anak-anaknya sudah dewasa juga harus bisa menerima kenyataan hidup.
5.      Fungsi Ekonomi :
Tn “H” mengatakan kondisi keungan bergantung dari anak dan menantunya.
VI.    Stres dan Koping Keluarga
1.      Stresor Jangka Pendek :
Menurut Tn “H”, sejak ± 6 bulan terakhir ini sering memikirkan keadaan isterinya  yang semakin membesar benjolan yang ada dilehernya. Tetapi Tn”H” dan Ny “W” mengatakan tidak terlalu cemas karena semuanya sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.
2.      Stersor jangka panjang
Selain kepasrahannya, Tn “H” mengatakan isterinya cepat ditangani oleh dokter.
3.      Strategi Koping Yang Digunakan :
Tn “H” dan Ny “W” selalu berdiskusi untuk memecahkan problem keluarga dengan kadang-kadang melibatkan anaknya An “H”. Selain itu Tn “H” dan Ny “W” mengatakan disamping berusaha juga berpasrah pada kehendak Yang Maha Kuasa..
4.      Strategi Adaptasi Disfungsional :
Tn ‘H” dan Ny “W” mengatakan kepada anaknya untuk secepatya menikah, Tetapi menurut An “H” sendiri, jodoh rezeki ditangan tuhan. Selama ini An “H” melukan tugasnya dirumah merawat kedua orang tuanya
VII.     Harapan Keluarga.
                              1.            Terhadap masalah kesehatannya: Ny “W” mengatakan penyakit yg dideritanya semoga cepat ditangani oleh dokter dan cepat sembuh.
                              2.            Terhadap petugas kesehatan: Tn “H” dan Ny “W” berharap sesekali petugas puskesmas mau berkunjung seperti ini sehingga keluarganya bisa memahami norma-norma kesehatan. Selain itu pengobatan di puskesmas kalau bisa lebih lengkap lagi terutama untuk penyakit-penyakit kronis.




















VIII.    Pemeriksaan Fisik.
No
PEMERIKSAAN
Tn “H”
Ny “W”
Nn “H”
Ny “W”
An “Z”
An “L”
1
K/U
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
2
TTV
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan

130/80 mmHg
80 x/menit
36.5 C
20 x/ menit

130/90 mmHg
82 x/ menit
36.7 C
20 x/ menit

110/70 mmHg
72 x/ menit
36.5 C
18 x/ menit

120/ 80 mmHg
80 x/ menit
36.5 C
18 x/ menit

-
72 x/ menit
36.5 C
18 x/ menit

-
92 x/ menit
36.5 C
20 x/ menit
3
Rambut
Tampak ubanan
Tampak ubanan.
Hitam lurus
Hitam lurus
Hitam lurus
Hitam lurus
4
Mata
Tampak Sklera dan konjungtiva tidak anemis
Tampak Eksoptalmus (Melotot)
Tampak Sklera dan konjungtiva tidak anemis
Tampak Sklera dan konjungtiva tidak anemis
Tampak Sklera dan konjungtiva tidak anemis
Tampak Sklera dan konjungtiva tidak anemis
5
Hidung
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
Tidak tampak adanya lendir, darah ataupun jejas.
6
Mulut
Tampak adanya gigi yang ompong,  lidah tampak bersih.
Tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
Tampak adanya gigi yang ompong,  lidah tampak bersih.
Tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
Tampak gigi lengkap, lidah tampak bersih dan tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
Tampak gigi lengkap, lidah tampak bersih dan tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
Tampak gigi lengkap, lidah tampak bersih dan tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
Tampak gigi lengkap, lidah tampak bersih dan tidak tampak adanya karies gigi ataupun sariawan.
7
Telinga
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
Tidak tampak adanya penumpukan serumen
8
Leher
Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid pada leher sebelah kanan.
Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
9
Dada
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
I: tidak tampak adanya tarikan dinding dada.
A: suara nafas vesikuler, tidak terdengar adanya suara nafas tambahan.
P: Keadaan kulit HKM, tidak ada inflamasi.
P: Sonor
10
Abdomen
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
I: Abdomen datar, tidak tampak adanya jejas ataupun trauma.
A: BU+N, 12 x/ menit.
P: Tympani.
P: Tidak ada nyeri tekan.
11
Ektremitas
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Atas: Tidak tampak adanya fraktur.
Kekuatan otot: D: 5, S: 5
Bawah: Tidak tampak adanya fraktu
Kekuatan otot: D: 5, S: 5


B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
NO
Data
Penyebab
Masalah
1
DS: 1.Keluarga mengatakan masih belum mampu mengenal karakteristik penyakit goiter/ gondok yang diderita Ny ”W”.
2. Keluarga mengatakan apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit biasanya keluarga berobat kedukun atau pak mantri serta puskesmas.
3.Keluarga mengatakan Ny.”W” menderita penyakit goiter / gondok sejak tahun 2006.
ü  DO: - K/U: Baik
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi: 80x/m
- Suhu: 36,6 C
- Pernafasan: 20x/m
- Tampak mata Ny ”W” eksoptalmus.
-Tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid pada leher sebelah kanan Ny”W”
- Pendidikan keluarga  SD.
Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan

Pemeliharaan kesehatan tidak efektif
2
DS: 1.  Keluarga mengatakan tidak mengerti cara merawat Ny. “W” dan tidak pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter hanya berobat kedukun dan pak mantri.
 2. Saat ini Ny. ”W” hanya mengeluhkan benjolan yang ada dilehernya yang semakin hari makin membesar.
 3. Keluarga mengatakan BAB ke kali.
ü  DO: - K/U: Baik
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi: 80x/m
- Suhu: 36,6 C
- Pernafasan: 20x/m
- Tampak mata Ny ”W” eksoptalmus.
-Tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid pada leher sebelah kanan Ny”W”.
- Terlihat penataan kursi yang sudah usang tidak tertata rapi yang ada di ruang makan.
Ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan  memodifikasi lingkungan.
Menejemen regimen terapeutik tidak efektif

2. Daftar Masalah
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif.
2. Menejemen regimen terapeutik tidak efektif
3. Rumusan Diagnosa Keperawatan
1.      Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada Ny. ”W” keluarga Tn.”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan.
2.      Menejemen regimen terapeutik tidak efektif : penyakit Goiter pada Ny. ”W” keluarga Tn. ”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan.

SKORING PERIORITAS MASALAH
Diagnosa I
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada Ny. ”W” keluarga Tn.”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan..
No.
Kriteria
Skor
Pembenaran
1.
Sifat masalah
Skala : ancaman kesehatan
(2/3) x 1 = 2/3
Dapat dilihat dari pembesaran kelenjar tiroid  Ny. ”W”.
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala : sebagian
(1/2) x 2 = 1
Kemungkinan Ny. ”W” dapat mengetahui sejauh mana penyakit goiter yang dideritanya dengan  segera memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas dan segera memriksakan ke dokter.
3.
Potensial masalah untuk dicegah
Skala : sebagian
(2/3) x 1 = 2/3
Keadaan ekonomi keluarga kurang memadai, sehingga keluarga cukup kesulitan membawa Ny. ”W” ke puskesmas untuk memriksakan benjolan yang ada dilehernya.
4.
Menonjolnya masalah
Skala : ada masalah tapi tidak perlu ditangani
(1/2) x 1 = ½
Keluarga merasa masalah tidak harus segera ditangani mengingat kondisi Ny. ”W” yang masih dalam keadaan baik.
Total skor
2 5/6

Diagnosa II
Menejemen regimen terapeutik tidak efektif : penyakit Goiter pada Ny. ”W” keluarga Tn. ”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan.
No.
Kriteria
Skor
Pembenaran
1.
Sifat masalah
Skala : ancaman kesehatan
(2/3) x 1 = 2/3
Dapat dilihat dari pembesaran kelenjar tiroid  Ny. ”W”.
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala : sebagian
(1/2) x 2 = 1
Kemungkinan keluarga dapat memeriksakan ke dokter tentang benjolan yang ada di leher Ny ”W”.
3.
Potensial masalah untuk dicegah
Skala : rendah
(1/3) x 1 = 1/3
Apabila keluarga mempunyai biaya, keluarga dapat mencegah kemungkinan masalah dapat terjadi.
4.
Menonjolnya masalah
Skala : ada masalah tapi tidak perlu ditangani
(1/2) x 1 = ½
Keluarga merasa masalah tidak harus segera ditangani mengingat kondisi Ny. ”W” yang masih dalam keadaan baik.
Total skor
2 1/3

Berdasarkan rumusan prioritas di atas, maka dapat diketahui prioritas permasalahan pada keluarga Tn. ”H”  adalah sebagai berikut :
1.      Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada Ny. ”W” keluarga Tn.”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan.
2.      Menejemen regimen terapeutik tidak efektif : penyakit Goiter pada Ny. ”W” keluarga Tn. ”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan.















C. Perencanaan Keperawatan
No
Hari / tanggal
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria
Standar
Intervensi
Umum
Khusus
1.
Kamis, 13-12-12
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada Ny. ”W” keluarga Tn.”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x pertemuan, pemeliharaan kesehatan penyakit goiter/ gondok  pada keluarga Tn. ”H” efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 30 menit, keluarga mampu mengenal masalah kesehatan keluarga penyakit goiter/ gondok dan mengambil keputusan.
Kognitif












Afektif






ü    Keluarga mampu mengidentifikasi pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan penyakit goiter/ gondok.






ü 
üKeluarga mampu untuk segera mengambil keputusan membawa klien ke pusat yankes (puskesmas).
1.    Diskusikan pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan penyakit goiter/ gondok.
2.    Motivasi keluarga untuk menyebutkan kembali pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan penyakit goiter/ gondok.
3.    Anjurkan keluarga untuk segera membawa klien ke puskesmas atau dokter.
1. Jelaskan pada keluarga pentingnya membawa klien pada pusat yankes agar penyakitnya tidak bertambah parah
2.
Kamis, 13-12-12
Menejemen regimen terapeutik tidak efektif : penyakit Goiter pada Ny. ”W” keluarga Tn. ”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x pertemuan, menejemen regimen terapeutik efektif  pada keluarga Tn. ”H”  
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 30 menit, keluarga mampu merawat Ny. ”W” yang menderita goiter/ gondok  serta memodifikasi lingkungan
Kognitif





Afektif









psikomotor
ü  Keluarga mampu mengidentifikasi hal–hal yang dapat memicu terjadinya pembesaran pada kelenjar tiroid.
ü Keluarga mau bekerjasama dalam merawat klien







ü  Keluarga mau membersihkan rumahnya setiap hari dan membuka jendela rumahnya setiap pagi.
ü  Keluarga mampu melakukan perawatan dengan menyediakan makanan sehat sesuai diit
1.     Diskusikan dengan keluarga tentang hal – hal yang memicu pembesaran pada kelenjar tiroid.


1. Jelaskan pada keluarga bahwa baik atau buruknya kondisi klien sangat dipengaruhi atas peran serta keluarga dalam merawat klien
2. Anjurkan kepada  keluarga untuk menyediakan makanan sehat sesuai diit.ü 
1. Anjurkan kepada keluarga untuk rajin membersihkan rumahnya setiap hari dan membuka jendela rumahnya setiap pagi.
2. Berikan penyuluhan tentang makanan sehat sesuai dengan diit penyakit goiter/ gondok.

D.  PELAKSANAAN DAN EVALUASI

Diagnosa Keperawatan
Tgl dan Waktu
Implementasi
Evaluasi
Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada Ny. ”W” keluarga Tn.”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan.

08 Januari 2013
11.30
1. Memberikan penyuluhan tentang  pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan penyakit goiter/ gondok.




2. Menganjurkan keluarga untuk segera membawa Ny “W” ke puskesmas atau dokter.
3. Menjelaskan pada keluarga pentingnya membawa Ny “W” ke pusat yankes agar penyakitnya tidak bertambah parah.
1. Keluarga mampu mengidentifikasi pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan penyakit goiter / gondok, terlihat dengan mampunya keluarga menyebutkan kembali pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta penanganan penyakit goiter/ gondok.
2. Keluarga berjanji akan membawa Ny “W” ke puskesmas atau dokter.

3. Keluarga mengerti dan berjanji segera membawa Ny “W” ke yankes.
Menejemen regimen terapeutik tidak efektif : penyakit Goiter pada Ny. ”W” keluarga Tn. ”H” berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan memodifikasi lingkungan.
08 Januari 2013
11.30
1.  Mendiskusikan dengan keluarga tentang hal- hal yang memicu pembesaran kelenjar tiroid.

2. Menjelaskan pada keluarga bahwa baik atau buruknya kondisi Ny “W” sangat dipengaruhi atas peran serta keluarga dalam merawat Ny “W”
3. Menganjurkan kepada keluarga untuk rajin membersihkan rumahnya setiap hari dan membuka jendela rumahnya setiap pagi.
1. Keluarga mengatakan setiap hari mengkosumsi garam yang berjualan dipasar dan berjanji akan mengkonsumsi garam beryodium.
2. Keluarga mengerti dan berjanji akan merawat Ny “W” dengan sebaik- baiknya.

3. Keluarga berjanji akan melaksanakan anjuran perawat.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Dari Asuhan keperawatan Keluarga Tn H” dengan anggota keluarga yang menderita penyakit Goiter/ gondok dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1)            Pengkajian dan Diagnosa
Setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh dan komprehensif ditemukan 2 masalah kesehatan yang perlu dilakukan, Askep keluarga yaitu masalah pemeliharaan kesehatan tidak efektif dan manajemen regimen terapeutik tidak efektif.
2)            Perencanaan
Pada perencanaan asuhan keperawatan keluarga, dibuat berdasarkan pada kemampuan keluarga terhadap masalah yang dihadapi baik dari sumber daya, dana dan tingkat pengetahuan keluarga
3)            Implementasi
Tidak semua rencana dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumberdaya, dana serta keterbatasan waktu.
4)            Evaluasi
Dari hasil tindakan yang telah dilaksanakan tidak semua berhasil dalam menghadapi masalah pada keluarga pada dasarnya masalah yang teratasi adalah masalah yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan keluarga sedangkan maslah yang memerlukan dana keluarga belum dapat tertasi
B.     SARAN
1)      Agar pengkajian dapat dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif maka waktu pengkajian harus dirundingkan dengan keluarga.
2)      Dalam hal perencanaan asuhan keluarga hendaknya didasarkan pada masalah yang dirasa dan memperhatikan potensi yang ada didalam kelurga dan sumber-sumber  yang ada di masyarakat
3)      Dalam memberikan implementasi keluarga hendaknya diberi otonomi dan perawat dapat bertindak sebagai pasilitator. Sedangkan pada tahap evaluasi dapat dilakukan dengan teknik tanya jawab secara langsung dan secara tidak langsung.
4)      Keluarga harus selalu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung yodium dan segera membawa Ny “W” ke puskesmas atau dokter agar secepatnya mendapat yankes yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Bailon G. Salvicion & Maglaya Arracelis. Perawatan Kesehatan Keluarga. Copyriche 1978. UP Coleege of Nursing. Dillman. Quezon City. Philippines. Jakarta. 1989.
Depkes RI. Tata Laksana Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 1987.
________  Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Seri C. Jakarta. 1994.
Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. Kumpulan Makalah Pelatihan Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta. 2000.
Tambayong jan dr. (2000). Patofifiologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

Cabang Ilmu   : Keperawatan Keluarga
Topik               : Penyakit Goiter/ Gondok
Hari/Tanggal   :           Januari  2013
Waktu             : 15 Menit
Tempat            : Rumah Tn “H”
Sasaran            : Semua Keluarga Tn “H”
Metode            : Ceramah, Tanya Jawab.
Materi              : Terlampir
Pemateri          : Nurul Hadi

A.    TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan keluarga Tn “H” dapat memahami penyakit Goiter/ gondok.

B.   TUJUAN KHUSUS
Setelah dilakukan penyuluhan agar semua anggota keluarga Tn “H” Mampu :
1.      Menyebutkan definisi penyakit goiter/ gondok.
2.      Menyebutkan etilogi penyakit Goiter/ gondok.
3.      Menyebutkan klasifikasi penyakit goiter/ gondok.
4.      Menyebutkan manifestasi klinis penyakit goiter/ gondok.
5.      Mengetahui cara pencegahan penyakit goiter/ gondok.

C. Media/ Alat Bantu
- Leaflet


D.  KEGIATAN PENYULUHAN
No
TAHAP
KEGIATAN PENYULUHAN
KEGIATAN PESERTA
WAKTU
1.
Pendahuluan
Ø  Memberi salam terapeutik
Ø  Memperkenalkan diri
Ø  Menjelaskan tujuan
Ø  Kontrak waktu
Ø Menjawab salam
Ø  mendengarkan
2 menit
2.
Penyajian
Ø Menjelaskan definisi penyakit goiter/ gondok.
Ø Menjelaskan etiologi penyakit goiter/ gondok.
Ø Menjelaskan klasifikasi penyakit goiter/ gondok.
Ø Menjelaskan manifestasi klinis penyakit goiter/ gondok.
Ø Menjelaskan cara pencegahan penyakit goiter/ gondok.
Ø Memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya
Ø Menjelskan hal-hal yang kurang dimengerti oleh peserta
Ø  Mendengarkan
Ø  Memperhatikan
Ø  Bertanya
10 menit
3.
Penutup
Ø  Bertanya kepada peserta
Ø Mambuat kesimpulan hasil penyuluhan
Ø  Salam terapeutik
Ø  Menjawab
Ø  Mendengarkan
Ø Menjawab salam
3 menit

E.  EVALUASI*  
  • Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
  • Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan.
  • Peserta mengajukan pertanyaan.
  • Tes lisan.

F.  REFERENSI
http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/11/asuhan-keperawatan-goiter/
Tambayong jan dr. (2000). Patofifiologi Untuk Keperawatan. EGC. Jakarta














MATERI PENYULUHAN PENYAKIT GOITER/ GONDOK
1. Definisi
       Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. (Rahza, 2010)
       Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik. (Tambayong, 2000)
       Gondok adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa bermacam-macam, dimana kelenjar tiroid diperlukan untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi mengontrol metabolisme tubuh, keseimbangan tubuh dan pertumbuhan perkembangan yang normal.
2. Etiologi
1.    Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik pada jaringan tersebut).Tiroiditis Hasimoto’s. Ini adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan kelenjar tiroid oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan yang memadai hormon tiroid.Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok.
2.    Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
3.     Kurang iodium dalam diet, sehingga kinerja kelenjar tiroid berkurang dan menyebabkan pembengkakan. Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya:
1.        Choroid
2.        Ciliary body
3.        Kelenjar mammae
4.        Plasenta
5.        Kelenjar air ludah
6.        Mukosa lambung
7.        Intenstinum tenue
8.        Kelenjar gondok
Sebagian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
4.           Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid
-          Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid,
Tiroiditis. Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
-          Beberapa disebabkan oleh tumor  (Baik dan jinak tumor kanker)
Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi.
Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker.
-          Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

3. Klasifikasi
a. Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
b. Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.
c. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
d. Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
e. Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
f. Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
g. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
          Stadium   O – A         :  tidak ada goiter.
Stadium O – B           : goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher terekstensi penuh.
Stadium I                  :goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi penuh.
Stadium II                 : goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
 Stadium III     :  goiter yang besar terlihat dari Darun.
 4  Manifestasi Klinis
       Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. (Sadler et al, 1999)
       Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al, 1999)
       Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
       Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994). Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
 5. Patofisiologi
       Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok
       Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
       Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
       Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
       Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
       Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
       Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien. (Rahza, 2010)

6. Pencegahan
       Penyakit goiter dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak dikawasan yang kandungan yodiumnya buruk.
       Hipertropi terjadi karena asupan rerata yodium kurang dari 40 mg/hari, WHO menganjurkan yodiosasi garam hingga mencapai konsentrasi satu bagian dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan goiter.
       Pengenalan garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah Penyakit goiter dalam masyarakat yang rentan.
7. `Penatalaksanaan
Perawatan yang diberikan akan tergantung pada penyebab gondok seperti yang sudah disebutkan di etiologi :
1. Defisiensi Yodium
Gondok disebabkan kekurangan yodium dalam makanan maka akan diberikan suplementasi yodium melalui mulut. Hal ini akan menyebabkan penurunan ukuran gondok, tapi sering gondok tidak akan benar-benar menyelesaikan.
2. Hashimoto Tiroiditis
Jika gondok disebabkan Hashimoto tiroiditis dan hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid sebagai pil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi biasanya tidak membuat gondok benar-benar hilang. Walaupun gondok juga bisa lebih kecil, kadang-kadang ada terlalu banyak bekas luka di kelenjar yang memungkinkan untuk mendapatkan gondok yang jauh lebih kecil. Namun, pengobatan hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besar.
3. Hipertiroidisme
Jika gondok karena hipertiroidisme, perawatan akan tergantung pada penyebab hipertiroidisme. Untuk beberapa penyebab hipertiroidisme, perawatan dapat menyebabkan hilangnya gondok. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya gondok.
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
4. Obat antitiroid
Indikasi :
1.    Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2.    Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3.    Persiapan tiroidektomi
4.    Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5.    Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
5. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
1.    Pasien umur 35 tahun atau lebih
2.    Hipertiroidisme yang kambuh
3.    Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4.    Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
5.    Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
1.    Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2.    Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3.    Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4.    Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5.    Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
6. Multinodular
Banyak gondok, seperti gondok multinodular, terkait dengan tingkat normal hormon tiroid dalam darah. Gondok ini biasanya tidak memerlukan perawatan khusus setelah dibuat diagnosa yang tepat.