REFRESING

REFRESING
GILI TRAWANGAN

Jumat, 27 April 2012

DISRITMIA


BAB I

DISRITMIA


1. DEFINISI

Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama atau keduanya. Disritmia merupakan gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG. Disritmia dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia : nodus sinus, atrial, nodus AV atau sambungan, dan ventrikel. Gangguan mekanisme hantaran yang mungkin yang dapat terjadi meliputi bradikardi, takikardi, fluter, fibrilasi, denyut premature, dan penyekat jantung.

2. ETIOLOGI
Etiologi disritmia dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh:
1) Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2) gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner, misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3) Karena obat (intoksikasi antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
4) Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemi)
5) Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
6) Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat
7) Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis)
8) Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9) Gangguan irama jantung atau gagal jantung
10) Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
11) Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

Adapun factor-faktor yang dapat mencetuskan disritmia, yaitu:
1) Obat-obatan, terutama obat-obat kelas IA (kinidin, disopiramid, prokainamid) dan IC (flekainid, propafenon), digitalis, antidepresan trisiklik, teofilin.
2) Gangguan keseimbangan elektrolit dan gas darah terutama hipo dan hiperkalemia, asidosis.
3) Payah jantung kongestif: akibat terjadinya aktivasi neurohumoral.
4) Kelainan jantung dan aritmogenik: sindrom wolf Parkinson white, dan sindrom QT panjang.
5) Gangguan ventilasi, infeksi, anemia, hipotensi dan renjatan: bisa terjadi takikardi superventrikuler.
6) Tirotoksikosis menimbulkan fibrilasi dan flutter atrium.


Adapun jenis Disrirmia, sebagai berikut :
1) Disritmia nodus sinus, terdiri dari:
a) Bradikardi sinus
b) Takikardi sinus
2) Disritmia atrium, terdiri dari:
a) Premature atrium contraction
b) Paroxysmal atrium tachicardi
c) Flutter atrium
d) Atrium fibrilasi
3) Disritmia ventrikel, terdiri dari:
a) Premature ventrikel contraction
b) Ventrikel bigemini
c) Ventrikel tachicardi
d) Ventrikel fibrilasi
4) Abnormalitas hantaran, terdiri dari:
a) AV block first degree
b) AV block second degree
a. AV block second degree type 1
b. AV block second degree type 2
c) AV block third degree (total AV block)
d) Asistole ventrikel


Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
a) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
b) Ibu alkoholisme.
c) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
a) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
d) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

3. PATOFISIOLOGI
1. DISRITMIA NODUS SINUS
a. Bradikardi Sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intracranial, atau infark miokard. Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahraghawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.
Karakteristik :
• Frekuensi : 40 sampai 60 denyut per menit
• Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
• Kompleks QRS : biasanya normal
• Hantaran : biasanya normsl
• Irama : regular
b. Takikardi Sinus
Takikardi sinus (denyut jantung cepat) dapat disebablkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
Karakteristik :
• Frekuensi : 100 sampai 180 denyut per menit
• Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal
• Kompleks QRS : biasanya mempunyai durasi normal
• Hantaran : biasanya normsl
• Irama : regular


2. DISRITMIA ATRIUM
a. Kontraksi Prematur Atrium
Kontraksi Prematur Atrium (PAC = premature atrium contraction) dapat disebabakan oleh iritabilitas otot atrium kerana kafein, alcohol, nikotin, miokardium Atrium yang teregang seperti pada gagal jantung kongestif, stress atu kecemasan, hipokalemia (kadar kalium rendah), cedera, infark, atau keadaan hipermetabolik.
Karakteristik :
• Frekuensi : 60 sampai 100 denyut per menit
• Gelombang P : biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA. Tempat lain pada atrium telah menjadi iritabel (peningkatan otomatisasi) dan melepaskan impuls sebelum nodus SA melepaskan impuls secara normal. Interval PR dapat berbeda dengan interval PR impuls yang berasal dari nodus SA.
• Kompleks QRS : bisa normal, menyimpang atau tidak ada. Bila ventrikel sudah menyelesaikan fase rep[olarisasi, mereka dapat merespons stimulus atrium ini dari awal.Hantaran : biasanya normsl
• Irama : regular, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan biasanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
b. Takikardi Atrium Paroksismal
Takikardi Atrium Paoksismal (PAT = paroxysmal atrium tachychardia) adalah takikardi atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik, atau alcohol. PAT biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekuensi yang sangat tinggfi dapat menyebabkan angina akibat pebnurunan pengisian artei koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
Karakteristik :
• Frekuensi : 150 sampai 250 denyut per menit
• Gelombang P : ektopik dan mengalami distorsi disbanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (kurang dari 0,12 detik)
• Kompleks QR : biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran
• Hantaran : biasanya normal
• Irama : regular
c. Flutter Atrium
Fluter atrium terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali per menit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat terapi pada nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenartnya masih normal, sehingga komp;leks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantran 1 :1 impuls atrium yang dilepaskan 250 sampai 400 kali per menit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam jiwa.
Karakteristik :
• Frekuensi : frekuensi atrium antara 250 sampai 400 denyut per menit
• Gelombang P : tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
• Kompleks QRS : konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
• Gelombang T : ada namun bisa tertutup oleh gelombang fluter
• Irama : regular atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (mis., 2:1, 3:1, atau kombinasinya)
d. Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi)biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
3. DISRITMIA VENTRIKEL
a. Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi premature ventrikel (PVC = premature ventricular contraction) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC biasa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
b. Bigemini Ventrikel
Bigemini Ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit arteri koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi di mana setiap denyut adalah premature.
c. Takikardi Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti pada PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardi ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas.
d. Fibrilasi Ventrikel
Adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
4. ABNORMALITAS HANTARAN
a. Penyekat AV Derajat-Satu
Biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan pleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pada pasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
b. Penyekat AV Derajat-Dua
Juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, IM, atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekuensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung(curah jantung = volume sekuncup x frekuensi jantung).
c. Penyekat AV Derajat-Tiga
Juga berhubungan dengan penyakit jantung organik, intoksikasi digitalis, dan MI. frekuensi jantung berkurang drastis, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital. Seperti otak, jantung, paru, dan kulit.
5. ASISTOLE VENTRIKEL
Tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernafasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.

4. MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan manifestasi klien dengan aritmia tidak disadari, sehingga terdeteksi pada saat rasa yang tidak nyaman seperti berdebar-debar, palpitasi, atau adanya denyut jantung yang berturut-turut bertambah serta adanya irama denyut yang tidak teratur. Keadaan ini tidak terlalu membahayakan, jika tidak terjadi gangguan hemodinamik. Tetapi manifestasi klinik pada klien dengan aritmia yang berbahaya adalah klien merasakan nyeri dada, pusing, bahkan keadaan yang lebih serius kemungkinan klien ditemukan meninggal mendadak. Hal itu dikarenakan pasokan darah yang mengandung nutrient dan oksigen yang dibutuhkan ke jaringan tubuh tidak mencukupi sehingga aktivitas/kegiatan metabolisme jaringan terganggu.
Adapun penampilan klinis klien sebagai berikut:
a. Anxietas
b. Gelisah
c. capek dan lelah serta gangguan aktivitas
d. palpitasi
e. nyeri dada
f. vertigo, syncope
g. tanda dan gejala sesak, crakles
h. tanda hipoperfus

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor Holder : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan di mana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevalusasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c. Foto dada : dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stress latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
f. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat : dapat menyebabkan toksisitas abat jantung, adanya obat jalanan, atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin, dll.
h. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan/meningkatkan disritmia.
i. Laju sedimentasi : peningggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
j. GDA/nadi oksimetri : hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksasernasi disritmia.

6. PENATALAKSANAAN
a. Masase Kritis
b. Obat anti aritmia
c. Pemasangan pacu jantung sementara
d. Penanganan menggunakan alat kejut listrik


BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS DISRITMIA

A. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS /ISTIRAHAT
Gejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda : Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.
2. SIRKULASI
Gejala: Riwatar IM sebelumnya/akut ( 90%-95% mengalami disritmia ), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
- Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
- Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
- Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
- Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
- Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).
- Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
- Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala : - Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
- Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda : Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
4. MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
- Hilang nafsu makan, anoreksia.
- Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
- Mual/muntah.
- Perubahan berat badan
Tanda :
- Perubahan berat badan.
- Edema
- Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
- Pernapasan krekels.

5. NEURO SENSORI
Gejala : Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
- Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
- Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
- Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
- Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

6. NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala : Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina
Tanda : Perilaku distraksi, contoh gelisah.

7. PERNAPASAN
Gejala :
- Penyakit paru kronis.
- Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
- Napas pendek.
- Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
- Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
- Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.
8. KEAMANAN
Tanda :
- Demam.
- Kemerahan kulit (reaksi obat).
- Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
- Kehilangan tonus otot/kekuatan.
9. PENYULUHAN
Gejala :
- Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.
- Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.
- Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup
Pertimbangan :
- DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.
Rencana pemulangan :
- Perubahan penggunaan obat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Rissiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi eliktrikal; penurunan kontraktilitas miokardial.
2. Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi; tidak mengenal sumber informasi; kurang mengungat
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
5. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat suplay oksigen ke jaringan.


C. PERENCANAAN DAN RASIONAL
1. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi eliktrikal; penurunan kontraktilitas miokardial.
Perencanaan dan rasional :
a) Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal, atau deficit nadi.
Rasional : perbedaan frekuensi, kesamaan dan keteraturan nadi menunjukkan efek gangguan curah jantung pada sirkulasi sistemik/perifer.
b) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adaya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
Rasional : disritmia khusus lebih jelas terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendenganaran terhadap bunyi jantung ekstra atau penurunan nadi membantu mengidentifikasi disritmia pada pasien tak terpantau.
c) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekuensi nadi, kesamaan, pernafasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan hakuaran urine selama episode disritmia.
d) Rasional : meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan perfusi jaringan.
e) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut
f) Rasional : penurunan rangsang dan penghilangan stress akibat katekolamin, yang menyebabkan/meningkatkan disritmia dan vasokonstriksi serta meningkatkan kerja miokardia.
g) Demonstrasikan/dorong pemnggunaan perilaku pengbaturan stress, contoh teknik relaksasi, bimbingan imajinasi, nafas lambat/dalam
Rasional : meningkatkan partisipasi pasien dalam mengekluarkan beberapa rasa control dalam situasi penuh stress.
h) Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
Rasional : terjadinya disritmia yang mengancam, hidup memerlukan upaya intervensi untuk mencegah kerusakan iskemia/ kematian.
i) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard, yang menurunkan iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia.
j) Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioverter atau defibrillator (AICD) bila diindikasikan
k) Rasional : alat ini melalui pembedahan ditanam pada pasien dengan disritmia berulang yang mengancam hidup meskipun diberi obat terapi secara hati-hati.



2. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
Perencanaan dan rasional :
a) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan factor pemberat dan penurun.Perhatikan petunjuk nonverbal ketidak nyamanan
b) Rasional : Nyeri secara khas terletak subternal dan dapat menyebar keleher dan punggung. Namun ini berbeda dari iskemia infark miokard. Pada nyeri ini dapat memburuk pada inspirasi dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak/membungkuk
c) Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan mis: perubahan posisi, masasage punggung,kompres hangat dingin, dukungan emosional
Rasional : untuk menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
d) Berikan aktivitas hiburan yang tepat
e) Rasional : mengarahkan perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu
f) Berikan obat-obatan sesuai indikasi nyeri
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan respon inflamasi
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Dapat mempengaruhi aktivitas curah jantung


b) Pantau frekuensi jantung,TD, pernapasan setelah aktivitas
Rasional :Membantu menentukan derajat kompensasi jantung dan pulmonal, penurunan TD, takikardi,disritmia dan takipneu adalah indikatif dari kerusakan toleransi terhadap aktivitas
c) Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan resolusi inflamasi selama faseakut dari perikarditis/endokarditis.
d) Bantu pasien dalam program latihan aktivitas
Rasional : Saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan
4. Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi; tidak mengenal sumber informasi; kurang mengingat
Perencanaan dan rasional :
a) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi eliktrikal
Rasional : memeberikan dasar pengetahuan untuk memahami variasi individual dan memahami alasan intervensi terapeutik
b) Je;askan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat
Rasional : informasi terus-menerus/baru dapat menurunkan cemas sehubungan dnegan ketidaktahuan dan menyiapkan pasien/orang terdekat. Pendidikan pada orang terdekat mungkin penting bila pasien lansia, mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran, atau tak mampu atau tak minat belajar/mengikuti instruksi. Penjelasan berulang mungkin diperlukan, karena kecemasan dan/atau hambatan informasi baru dapat menghambat/membatasi belajar.
c) Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
d) Rasional : pacu sementara mungkin perlu untuk neningkatkan pembentukan impuls atau menghambat takidisritmia dan aktivitas ektopik supaya mempertahankan fungsi kardiovaskuler sampai pacu spontan diperbaiki atau pacuan permanent dikakukan.
 rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
Øe) Dorong pengembangan latihan
Rasional : bila disritmia ditangani dengan tepat, aktivitas normal harus dilakukan. Program latihan berguna dalam memperbaiki kesehatan kardiovaskuler.
5. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat suplay oksigen ke jaringan.
Perencanaan dan rasional :
a) Selidiki nyeri dada,dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik,sianosis pucat
Rasional : Emboli arteri. Mempengaruhi jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit katup dan disritmia kronis.


b) Observasi ekstremitas terhadap edema, eroitema
Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan stasis vena, meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena
c) Observasi hematuri
Rasional : Menandakan emboli ginjal
d) Perhatikan nyeri abdomen kiri atas
Rasional : menandakan emboli splenik


DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Pajajaran Press.

Carpenito J.L. 1997. Nursing Diagnosis. Philadelpia: J.B Lippincott.

Carpenito J.L. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.

Hudack & Galo. 1996. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I Jakarta: EGC.

Kamis, 26 April 2012

ASKEP LEUKEMIA


MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI ( LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT )




 Oleh :
Kelompok V

1.                                 SYAMSUL IRWANDI
2.                                 SWANDI
3.                                 TONTO WIJOHANA
4.                                 YANDRI AHMAD FADLI
5.                                 ZAINUDDIN
6.                                 M. ISNAINI
7.                                 NURUL HADI
8.                                 SITI SUFIANI A.H
9.                                 DIDI HARIADI
10.                             L. PADLI SISWANTO
11.                              

PROGRAM STUDI : S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH  TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR LOTIM NTB
2012

KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Anak II  ini tepat pada waktunya dengan judul  Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Hematologi ( Leukemia Limfositik Akut )
Dalam kesempatan ini juga penulis ucapkan banyak terima kasih kapada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya Tulis ini.
Akhirya penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik  yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dimasa- masa yang akan datang.


Mamben 14 April 2012
          Penulis
 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................             i
KATA PENGANTAR.................................................................................              ii
DAFTAR ISI...............................................................................................               iii
BAB I   PENDAHULUAN.........................................................................              1
A. Latar Belakang.................................................................. .........               1
B. Tujuan..........................................................................................              2
BAB II  Landasan Teori..............................................................................               3
            A. Definisi.......................................................................................               3
            B. Klasifikasi……………………………….……………………..               3
            C. Etiologi…………………………………………………….……              4
            D. Pathofisiologi/ Pathway……………………………………….                4
            E. Manifestasi Klinis……………………………………………….              6
            F. Penatalaksanaan………………………………………………….             8
            G. Komplikasi………………………………………………………             9
            H. Prognosis…………………………………………………………            9
BAB III Asuhan Keperawatanpada Klien Dengan Gangguan Hematologi
            ( Leukemia Limfositik Akut )….....…………………………………            10
            A. Pengkajian......................................................................................            10
            B. Diagnosa Keperawatan..................................................................                        17
            C. Rencana Tindakan......................................................................... .           17
BAB IV PENUTUP........................................................................................           28
            A. Kesimpulan....................................................................................            28
            B. Saran...............................................................................................           28
DAFTAR PUSTAKA
 BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos (λευκός): "putih"; aima (αίμα): "darah", atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal.Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi.Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit.Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Insiden leukemia di negara Barat adalah 13/100.000 penduduk per tahunnya. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker. Sedangkan, frekuensi terbesar adalah leukemia akut, yakni 60% dari total kejadian.
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.Leukemia akut diklasifikasikan menjadi 2 menurut FAB (French-American-British), yakni leukemia limfositik akut dan leukemia mielositik akut.
Leukemia Limfositik Akut terdapat pada 20% orang dewasa yang menderita leukemia. Keadaan ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara umur 3 sampai 4 tahun.

 B.       Tujuan
a.    Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Anak 2 tentang asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL.

b.   Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui definisi dari Leukemia: ALL, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, evaluasi diagnostic, penatalaksanaan medis, komplikasi, serta proses keperawatan klien dengan Leukimia: ALL tersebut.


  

BAB II

LANDASAN TEORI
A.          Definisi
Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang, yaitu berupa limfoblast.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. (buku ajar Askep Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi)
Insiden LLA berkisar 2-3 per 100.000 penduduk, lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas.Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Pada leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang abnormal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, serta dapat diakhiri dengan kematian.
B.           Klasifikasi
klasifikasi LLA, antara lain sebagai berikut:
a.     Secara morfologis, menurut FAB (French-America-British) LLA dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Ø L1, ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL,  biasanya ditemukan pada anak-anak.
Ø L2, sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya terjadi pada orang dewasa.
Ø L3, ALL mirip dengan limfoma burkitt, yaitu sitoplasma basophil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
b.     Secara imunofenotipe, LLA dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu:
Ø Common ALL, frekuensi relative pada anak-anak 76% dan dewasa 51%.
Ø Null ALL, frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.
Ø T-ALL, frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
Ø B-ALL, frekuensi relative pada anak-anak 1% dan dewasa 2%.
C.          Etiologi
Faktor  penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor berikut ini :
1.    Neoplasia
2.    Infeksi
3.    Radiasi
4.    Keturunan
5.    Zat kimia
6.    Mutasi gen
D.          Patofisiologi/ Pathway
ALL meningkat dari sel batang limfoid tunggal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.Biasanya dijumpai tingkat pengembangan limfoid yang berbeda dalam sumsum tulang, mulai dari yang premature hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat kematangannya merupakan petunjuk untuk menentukan atau meramalkan kelanjutannya.Pada pemeriksaan darah tepi, ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya terdapat leukositosis, kadang-kadang leucopenia (25 %). Jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blast yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel pluripoten, kemudian stem sel limfoid, pre – B, early B,sel B intermediate, sel B matang, sel plasmasitoid, dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari stem sel pluripoten, berkembang menjadi stem sel limfoid, sel timosit imatur, cimmon thymosit, timosit matur, serta menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali.Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu: sakit kepala, mutah-muntah, kejang, dan gangguan pengelihatan.


 Pathway
E.           Manifestasi Klinis
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.Akibatnya, hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit.Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah namun leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi, tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati dan limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, serta nyeri tulang.
Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).
Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).
Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.
Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.


F.           Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi.Kemoterapi untuk LLA yang paling mendasar terdiri dari atas panduan obat.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
-     Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
-     Transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
-     Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
I.     Induksi Remisi
a.    Obat yang digunakan terdiri atas:
·      Vincristine (VCR), 1,5 mg/m2/minggu secara IV.
·      Prednisone (Pred), 6 mg/m2/hari secara oral.
·      L.Asparaginase (L.asp), 10.000 U/m2.
·      Daunorubicin (DNR), 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b.    Regimen yang digunakan untuk LLA dengan resiko standar terdiri atas:
·      Prednison + VCR
·      Prednisone + VCR + L.Asparaginase.
c.    Regimen untuk LLA dengan resiko tinggi atau LLA pada orang dewasa, antara lain:
·      Prednisone + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase.
·      DNR + VCR + Prednison + L.asparaginase dengan atau tanpa siklofosfamid.
II.  Terapi post-remisi
a.    Terapi untuk sanctuary phase(membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis).
b.    Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant terhadap induksi remisi.
c.    Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6 MP) per oral, diberikan diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.

G.          Komplikasi
·              Hepatomegaly dan splenomegali
·              tumor lysis sindrome
·              gagal ginjal
·              sepsis (adanya mikroorganisme dalam darah atau jaringan lain)
·              perdarahan
·              trombosis
·              neurophaty (gangguan fungsional pada sistem saraf tepi)
·              encephalophaty (penyakit degeneratif pada otak)
·              keganasan sekunder
·              kekurangan hormon pertumbuhan
·              Kematian juga dapat terjadi. Biasanya akibat dari infeksi yang tak terkontrol lagi ataupun perdarahan yang luar biasa. Bahkan bisa juga terjadi sekalipun telah diterapi dengan produk darah yang benar dan kemoterapi yang tepat.

H.          Prognosis
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal.
Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan.Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik.Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI
( LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT )
A.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang dilakukan terdiri atas keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu.
1.         Anamnesis
Anamnesa, meliputi: nama, umur (ALL sering terdapat pada anak – anak usia dibawah 15 tahun ( 85 % ), puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun), jenis kelamin (Rasio lebih sering terjadi pada anak laki – laki daripada anak perempuan), dsb
2.         Keluhan Utama
Pada anak prasekolah keluhan yang sering muncul tiba – tiba adalah demam, lesu dan lelah, nafsu makan berkurang, pucat (anemia), dan kecendrungan terjadi perdarahan, dan nyeri.
3.         Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar oleh bahan kimia ( benzene dan arsen ) ; infeksi virus ( Epstein barr HTLV – 1 ) ; kelainan kromosom dan penggunaan obat – obatan seperti phenylbutazone dan chloramphenicol ; serta terapi radiasi maupun kemoterapi.
4.         Psikososial
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru, serta kehilangan teman.Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung.
5.   Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan DDST
Umur 0-3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45 derajat Menggerakkan kepala dari kanan/kiri ke tengah Melihat dan menatap wajah Anda Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh Suka tertawa keras Bereaksi terkejut terhadap suara keras Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Umur 3-6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang Mengangkat kepala setinggi 90 derajat Mempertahankan kepala tetap tegak dan stabil Menggenggam pencil Meraih benda yang ada dalam jangkauannya Memegang tangannya sendiri Berusaha memperluas pandangan Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik Tersenyum ketika melihat gambar/mainan yang menarik saat bermain sendiri
Umur 6-9 bulan
Duduk (sikap tripoid-sendiri) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya Memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda pada saat yang bersamaan Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup Bersuara tanpa arti, misalnya mamama, bababa, papapa. Mencari benda/mainan yang dijatuhkan Bermain tepuk tangan/ciluk ba Bergembira dengan melempar benda Makan kue sendiri
Umur 9-12 bulan
Mengangkat badannya ke posisi berdiri Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi Dapat berjalan dengan dituntun Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang diinginkan Menggenggam erat pensil Memasukkan benda ke mulut Mengulang menirukan bunyi yang didengar Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti Mengeksprolasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja Berekasi terhadap suara perlahan/bisikan Senang diajak bermain “ciluk ba” Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum dikenal
Umur 12-18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali Berjalan mundur 5 langkah Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama” (tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan panggil “ayah” catatan) Menumpuk 2 kubus Memasukkan kubus di kotak Menunjuk apa yang didinginkan tanpa merengek/menangis, anak bisa mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu. Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Umur 18-24 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik Berjalan tanpa terhuyung-huyung Bertepuk tangan/melambai-lambai Menumpuk 4 buah kubus Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk Menggelindingkan bola ke arah sasaran Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga Memegang cangkir sendiri, belajar makan minum sendiri
Umur 24-36 bulan
Jalan naik tangga sendiri Dapat bermain dan menendang bola kecil Mencoret-coret pensil pada kertas Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika diminta Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah Melepas pakaiannya sendiri
Umur 36-48 bulan
Berdiri 1 kaki 2 detik Melompat kedua kaki diangkat Mengayuh sepeda roda tiga Menggambar garis lurus Menumpuk 8 buah kubus Mengenal 2-4 warna Menyebut nama, umur, tempat Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan Mendengarkan cerita Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan Mengenakan sepatu sendiri Mengenakan celana panjang, kemeja, baju
Umur 48-60 bulan
Berdiri 1 kaki 6 detik
Melompat-lompat 1 kaki Menari Menggambar tanda silang Menggambar lingkaran Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh Mengancing baju atau pakaian boneka Menyebut nama lengkap tanpa dibantu Senang menyebut kata-kata baru Senang bertanya tentang sesuatu Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar Bicaranya mudah dimengerti Bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan bentuknya Menyebut angka, menghitung jari Menyebut nama-nama hari Berpakaian sendiri tanpa dibantu Menggosok gigi tanpa dibantu Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal ibu
Umur 60-72 bulan
Berjalan lurus Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap Menangkap bola kecil dengan kedua tangan gambar Menggambar segi empat Mengerti arti lawan kata Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan kegunaannya Mengenal angka, bisa menghitung angka 5 -10 Mengenal warna-warni Mengungkapkan simpati Mengikuti aturan permainan Berpakaian sendiri tanpa dibantu
6.   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dikaji adalah pemeriksaan persistem B1 – B6.
B1 ( Breathing )
Anak mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas ringan.Dapat ditemukan adanya dispnea, takipnea, batuk, crackles, dan penurunan suara napas.
B2 ( Bleeding )
Penderita ALL mudah mengalami perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma minimal, gangguan visual akibat perdarahan retina, demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, dan epistaksis.Keluhan berdebar, takikardi, suara murmur jantung, kulit dan mukosa pucat, deficit saraf cranial, terkadang ada perdarahan serebral.
B3 ( Brain )
Keluhan nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa lemas, kram pada otot, meringis, kelemahan, dan hanya berpusat pada diri sendiri.
1.    Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, dan kehilangan rasa ( baal ).
2.    Pola Kognitif dan Persepsi
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran ( samnolen ), iritabilitas otot dan sering kejang, adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
3.    Pola Mekanisme Koping dan Stres
Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut , marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan bingung.
B4 ( Bladder )
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria.
B5 ( Bowel )
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan BB dan gangguan menelan, serta faringitis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bising usus, pembesaran limpa, pembesaran hepar akibat invasi sel–sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi ( bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia )
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada parineal, nyeri abdomen, serta ditemukan darah segar dan feses berwarna ter, darah dalam urine, serta penurunan urine output.
B6 ( Bone )
Berikut ini akan dijelaskan mengenai dampak ALL terhadap pola tidur, pola latihan, dan aktivitas.
1.    Pola Tidur dan Istirahat
Anak memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur / istirahat karena mudah mengalami kelelahan.
2.    Pola Latihan 
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau tulang.Anak sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan melaksanakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan, dan toileting secara mandiri.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan tonus otot , kesadaran somnolen, keluhan jantung berdebar – debar ( palpitasi ), adanya murmur, kulit pucat, membrane mukosa pucat serta penurunan fungsi saraf cranial dengan atau disertai tanda – tanda perdarahan serebral.
3.    Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari – hari, kontraksi otot lemah, klien ingin tidur  terus, dan tampak bingung.
7.   Pemeriksaan Diagnostik
1.    Count blood cells : indikasi normositik, anemia normokromik.
2.    Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr %.
3.    Retikulosit : menurun / rendah.
4.    Jumlah trombosit : sangat rendah ( < 50.000 / mm ).
5.    White blood cells : > 50.000 / cm dengan peningkatan immature WBC ( kiri ke kanan ).
6.    Serum / urineuric acid : meningkat.
7.    Serum zinc : menurun.
8.    Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan precursor eritroid, sel matur, dan penurunan megakariosit.
9.    Rontgen dada dan biopsy kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu.
B.       Diagnosa Keperawatan
a)         Aktual / resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, dan imunosupresi.
b)        Aktual / resiko tinggi terhadap penurunan volume cairan yang berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, dan penurunan intake cairan.
c)         Nyeri akut yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukemia.
d)        intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energy, peningkatan laju metabolic akibat produksi leukosit yang berlebihan serta ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
e)         Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, dan perubahan peran.
f)         Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis penyakit.
C.      RENCANA TINDAKAN
Aktual / resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel.
Rencana intervensi pada pasien ini, bertujuan agar klien tidak mengalami infeksi, syok hipovolemik teratasi, tidak ada nyeri, dan meningkatnya kemampuan teraktivitasi.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria : klien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dikurangi serta mampu menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji dan catat faktor yang meningkatkan resiko infeksi.

Lakukan tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang beresiko.
-          Pertahankan isolasi protektif sesuai kebijakan institusional.
-          Pertahankan teknik mencuci tangan.
-          Beri hygiene yang baik.
-          Batasi pengunjung.
-          Gunakan protocol rawat mulut.

Laporkan bila ada perubahan tanda vital.



Jelaskan alasan kewaspadaan dan pantangan .

Yakinkan klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya sementara.



Minimalkan prosedur infasif.



Dapatkan kultur sputum, urine, diare, darah, dan sekresi tubuh abnormal sesuai anjuran.
Menjadi data dasar dan meminimalkan resiko infeksi.

Kewaspadaan meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, pathogen jamur, baik endogen maupun eksogen.






Perubahan tanda – tanda vital merupakan tanda dini terjadinya sepsis, terutama bila terjadi peningkatan suhu tubuh.

Pengertian klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi faktor resiko.

Granulositopenia dapat menetap 6 – 12 minggu.Pengertian tentang sifat sementara granulositopenia dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya.

Prosedur tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi.

Kultur dapat mengonfirmasikan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

Aktual / resiko tinggi penurunan volume cairan, hipovolemi, dan syok yang berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih sekunder dari diare, muntah – muntah, perdarahan, dan diafhoresis.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam gangguan volume cairan dan syok hipovolemi teratasi.
Kriteria : Klien tidak  mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit norma, tanda – tanda vital dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml / hari. Laboratorium  : nilai hematokrit dan protein serum meningkat, Bun / kreatinin menurun.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).






Kaji sumber – sumber kehilangan cairan.







Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri bila memungkinkan.



Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur.
Timbang berat badan setiap hari.
Pantau frekuensi jantung dan irama.


Pantau frekuensi jantung dan irama.


Kolaborasi :
-          Pertahankan pemberian cairan secara intravena.



-          Pemberian kortikosteroid



-          Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah.
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml / hari merupakan tanda – tanda terjadinya syok kardiogenik.

Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi Perdarahan harus dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat – obat antiemetic dan diare dengan antidiare.

Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat diindikasikan menjadi renal obstruksi.

Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.


Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan.

Efek kortikosteroid yang menahan cairan dapat menurunkan bertambahnya cairan yang keluar.

Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap perdarahan.




Nyeri akut yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia.Peningkatan produksi asam laktat jaringan local.

Tujuan : dalam waktu 3 × 24 jam terdapat penurunan respons nyeri.
Kriteria : secara subyektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara obyektif didapatkan tanda – tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, dan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
1.      Atur  posisi fisiologis.


2.      Istirahatkan klien.



3.      Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.





4.      Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam.


5.      Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.






6.      Lakukan manajemen sentuhan.






Kolaborasi pemberian terapi
-          Analgetik






-          Kemoterapi.







-          Radiasi.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena terjadi sebagai temuan pengkajian.

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia.

Istirahatkan akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan demand oksigen jaringan.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.

Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.

Digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi analgetika oral non – opioid diberikan untuk menghindari ketergantungan pada narkotika pada nyeri kronis.

Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine, prednisone, daunroubicine, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan.

Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada system saraf pusat.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energy, peningkatan laju metabolic akibat produksi leukosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
Tujuan : aktivitas sehari – hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.

Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat defekasi.

Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.


Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subyektif.

Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.

Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.

Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung, dan takikardi serta peningkatan TD.

Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.


Untuk mengurangi beban jantung.


Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.

Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.

Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria : Klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.


Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.





Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan, termasuk permusuhan dan kemarahan.

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.



Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga.





Dukung mekanisme koping efektif.








Hindari faktor peningkatan stress emosional.





Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.


Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak – banyaknya hal – hal untuk dirinya.


Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.

Dukung penggunaan alat – alat yang dapat mengadapatasikan klien, tongkat, alat bantu jalan, dan tas panjang untuk kateter.


Pantau gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letarghi, dan menarik diri.



Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.

Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh juga kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

Klien dengan hemophilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Sejak masa kanak- kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal.

Perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan keluarganya.

Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi.

Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan social.

Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan  perasaan.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam kecemasan klien berkurang.
Kriteria : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

Hindari konfrontasi.



Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Tingkatkan control sensasi klien.








Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.






Kolaborasi : berikan anticemas sesuai indikasi,
Contohnya : diazepam.

Reaksi verbal / nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.


Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

Kontrol sensasi klien ( dalam menurunkan ketakutan ) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber – sumber koping, ( pertahanan diri ), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik – teknik pengalihan, serta memberikan respons baik yang positif.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Memberikan waktu untuk mengeskpresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman – teman yang dipilih klien melayani aktivitas serta pengalihan ( misalnya membaca ) akan menurunkan perasaan terisolasi.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.



  
BAB IV

PENUTUP
A.      Kesimpulan
-        Leukemia Limfositik Akut merupakan suatu proliferasi ganas dari Limfoblast.
-        Leukemia Limfositik Akut diklasifikasikan berdasarkan morfologis dan imunofenotipe.
-        Faktor penyebab ALL belum diketahui, namun dapat terjadi akibat interaksi dengan factor-faktor, seperti radiasi, zat kimia, dsb.
-        Gejalanya, antara lain: rasa lelah, panas tanpa infeksi, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta perdarahan.
-        Bentuk terapi utama klien ALL adalah kemoterapi.

B.       Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A. dan Lorraine M.Wilson. 1994. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Buku 1 Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
http://community.um.ac.id/2010/07/Leukemia-Limfositik-Akut.html diakses tanggal 7 Oktober 2010
http://mediaku.web.id/2009/04/penyakit-leukemia-kanker-darah.html diakses tanggal 7 Oktober 2010