REFRESING

REFRESING
GILI TRAWANGAN

Minggu, 15 April 2012


BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos (λευκός): "putih"; aima (αίμα): "darah", atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal.Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi.Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit.Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Insiden leukemia di negara Barat adalah 13/100.000 penduduk per tahunnya. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker. Sedangkan, frekuensi terbesar adalah leukemia akut, yakni 60% dari total kejadian.
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.Leukemia akut diklasifikasikan menjadi 2 menurut FAB (French-American-British), yakni leukemia limfositik akut dan leukemia mielositik akut.
Leukemia Limfositik Akut terdapat pada 20% orang dewasa yang menderita leukemia. Keadaan ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara umur 3 sampai 4 tahun.





B.       Tujuan
a.    Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Anak 2 tentang asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL.

b.   Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui definisi dari Leukemia: ALL, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, evaluasi diagnostic, penatalaksanaan medis, komplikasi, serta proses keperawatan klien dengan Leukimia: ALL tersebut.

C.      Pembatasan Masalah
Keperawatan Sistem Imun dan Hematologi II merupakan suatu pembelajaran yang sangat kompleks,namun pada kesempatan kali ini penulis membatasi bahan batasan yaitu membahas tentang Asuhan Keperawatan Leukemia Limfositik Akut (ALL), dimulai dari definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, evaluasi diagnostic, penatalaksanaan medis, komplikasi, sampai pada proses keperawatan klien dengan Leukemia:ALL.










BAB II

LANDASAN TEORI
A.          Definisi
Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang, yaitu berupa limfoblast.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. (buku ajar Askep Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi)
Insiden LLA berkisar 2-3 per 100.000 penduduk, lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas.Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Pada leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang abnormal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, serta dapat diakhiri dengan kematian.
B.           Klasifikasi
klasifikasi LLA, antara lain sebagai berikut:
a.     Secara morfologis, menurut FAB (French-America-British) LLA dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Ø L1, ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL,  biasanya ditemukan pada anak-anak.
Ø L2, sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya terjadi pada orang dewasa.
Ø L3, ALL mirip dengan limfoma burkitt, yaitu sitoplasma basophil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.
b.     Secara imunofenotipe, LLA dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu:
Ø Common ALL, frekuensi relative pada anak-anak 76% dan dewasa 51%.
Ø Null ALL, frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.
Ø T-ALL, frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
Ø B-ALL, frekuensi relative pada anak-anak 1% dan dewasa 2%.
C.          Etiologi
Faktor  penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor berikut ini :
1.    Neoplasia
2.    Infeksi
3.    Radiasi
4.    Keturunan
5.    Zat kimia
6.    Mutasi gen
D.          Patofisiologi/ Pathway
ALL meningkat dari sel batang limfoid tunggal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.Biasanya dijumpai tingkat pengembangan limfoid yang berbeda dalam sumsum tulang, mulai dari yang premature hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat kematangannya merupakan petunjuk untuk menentukan atau meramalkan kelanjutannya.Pada pemeriksaan darah tepi, ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya terdapat leukositosis, kadang-kadang leucopenia (25 %). Jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blast yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel pluripoten, kemudian stem sel limfoid, pre – B, early B,sel B intermediate, sel B matang, sel plasmasitoid, dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari stem sel pluripoten, berkembang menjadi stem sel limfoid, sel timosit imatur, cimmon thymosit, timosit matur, serta menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali.Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu: sakit kepala, mutah-muntah, kejang, dan gangguan pengelihatan.























Pathway
E.           Manifestasi Klinis
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.Akibatnya, hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit.Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah namun leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi, tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati dan limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, serta nyeri tulang.
Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).
Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).
Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.
Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.


F.           Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Bentuk terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi.Kemoterapi untuk LLA yang paling mendasar terdiri dari atas panduan obat.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
-     Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
-     Transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
-     Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
I.     Induksi Remisi
a.    Obat yang digunakan terdiri atas:
·      Vincristine (VCR), 1,5 mg/m2/minggu secara IV.
·      Prednisone (Pred), 6 mg/m2/hari secara oral.
·      L.Asparaginase (L.asp), 10.000 U/m2.
·      Daunorubicin (DNR), 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b.    Regimen yang digunakan untuk LLA dengan resiko standar terdiri atas:
·      Prednison + VCR
·      Prednisone + VCR + L.Asparaginase.
c.    Regimen untuk LLA dengan resiko tinggi atau LLA pada orang dewasa, antara lain:
·      Prednisone + VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase.
·      DNR + VCR + Prednison + L.asparaginase dengan atau tanpa siklofosfamid.
II.  Terapi post-remisi
a.    Terapi untuk sanctuary phase(membasmi sel leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis).
b.    Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant terhadap induksi remisi.
c.    Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6 MP) per oral, diberikan diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.

G.          Komplikasi
·              Hepatomegaly dan splenomegali
·              tumor lysis sindrome
·              gagal ginjal
·              sepsis (adanya mikroorganisme dalam darah atau jaringan lain)
·              perdarahan
·              trombosis
·              neurophaty (gangguan fungsional pada sistem saraf tepi)
·              encephalophaty (penyakit degeneratif pada otak)
·              keganasan sekunder
·              kekurangan hormon pertumbuhan
·              Kematian juga dapat terjadi. Biasanya akibat dari infeksi yang tak terkontrol lagi ataupun perdarahan yang luar biasa. Bahkan bisa juga terjadi sekalipun telah diterapi dengan produk darah yang benar dan kemoterapi yang tepat.

H.          Prognosis
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal.
Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan.Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik.Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT
A.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang dilakukan terdiri atas keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu.
1.         Anamnesis
Anamnesa, meliputi: nama, umur (ALL sering terdapat pada anak – anak usia dibawah 15 tahun ( 85 % ), puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun), jenis kelamin (Rasio lebih sering terjadi pada anak laki – laki daripada anak perempuan), dsb
2.         Keluhan Utama
Pada anak prasekolah keluhan yang sering muncul tiba – tiba adalah demam, lesu dan lelah, nafsu makan berkurang, pucat (anemia), dan kecendrungan terjadi perdarahan, dan nyeri.
3.         Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar oleh bahan kimia ( benzene dan arsen ) ; infeksi virus ( Epstein barr HTLV – 1 ) ; kelainan kromosom dan penggunaan obat – obatan seperti phenylbutazone dan chloramphenicol ; serta terapi radiasi maupun kemoterapi.
4.         Psikososial
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru, serta kehilangan teman.Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung.
5.   Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan DDST
Umur 0-3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45 derajat
Menggerakkan kepala dari kanan/kiri ke tengah
Melihat dan menatap wajah Anda
Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
Suka tertawa keras
Bereaksi terkejut terhadap suara keras
Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum
Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Umur 3-6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang
Mengangkat kepala setinggi 90 derajat
Mempertahankan kepala tetap tegak dan stabil
Menggenggam pencil
Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
Memegang tangannya sendiri
Berusaha memperluas pandangan
Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
Tersenyum ketika melihat gambar/mainan yang menarik saat bermain sendiri
Umur 6-9 bulan
Duduk (sikap tripoid-sendiri)
Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
Memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda pada saat yang bersamaan
Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
Bersuara tanpa arti, misalnya mamama, bababa, papapa.
Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
Bermain tepuk tangan/ciluk ba
Bergembira dengan melempar benda
Makan kue sendiri
Umur 9-12 bulan
Mengangkat badannya ke posisi berdiri
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
Dapat berjalan dengan dituntun
Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang diinginkan
Menggenggam erat pensil
Memasukkan benda ke mulut
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Mengeksprolasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
Berekasi terhadap suara perlahan/bisikan
Senang diajak bermain “ciluk ba”
Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum dikenal
Umur 12-18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali
Berjalan mundur 5 langkah
Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”
(tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan panggil “ayah” catatan)
Menumpuk 2 kubus
Memasukkan kubus di kotak
Menunjuk apa yang didinginkan tanpa merengek/menangis, anak bisa mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu.
Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Umur 18-24 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
Berjalan tanpa terhuyung-huyung
Bertepuk tangan/melambai-lambai
Menumpuk 4 buah kubus
Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
Menggelindingkan bola ke arah sasaran
Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti
Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga
Memegang cangkir sendiri, belajar makan minum sendiri
Umur 24-36 bulan
Jalan naik tangga sendiri
Dapat bermain dan menendang bola kecil
Mencoret-coret pensil pada kertas
Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata
Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih
Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika diminta
Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
Melepas pakaiannya sendiri
Umur 36-48 bulan
Berdiri 1 kaki 2 detik
Melompat kedua kaki diangkat
Mengayuh sepeda roda tiga
Menggambar garis lurus
Menumpuk 8 buah kubus
Mengenal 2-4 warna
Menyebut nama, umur, tempat
Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan
Mendengarkan cerita
Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri
Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan
Mengenakan sepatu sendiri
Mengenakan celana panjang, kemeja, baju
Umur 48-60 bulan
Berdiri 1 kaki 6 detik
Melompat-lompat 1 kaki
Menari
Menggambar tanda silang
Menggambar lingkaran
Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
Mengancing baju atau pakaian boneka
Menyebut nama lengkap tanpa dibantu
Senang menyebut kata-kata baru
Senang bertanya tentang sesuatu
Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar
Bicaranya mudah dimengerti
Bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan bentuknya
Menyebut angka, menghitung jari
Menyebut nama-nama hari
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
Menggosok gigi tanpa dibantu
Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal ibu
Umur 60-72 bulan
Berjalan lurus
Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik
Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap
Menangkap bola kecil dengan kedua tangan gambar
Menggambar segi empat
Mengerti arti lawan kata
Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih
Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan kegunaannya
Mengenal angka, bisa menghitung angka 5 -10
Mengenal warna-warni
Mengungkapkan simpati
Mengikuti aturan permainan
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
6.   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dikaji adalah pemeriksaan persistem B1 – B6.
B1 ( Breathing )
Anak mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas ringan.Dapat ditemukan adanya dispnea, takipnea, batuk, crackles, dan penurunan suara napas.
B2 ( Bleeding )
Penderita ALL mudah mengalami perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma minimal, gangguan visual akibat perdarahan retina, demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, dan epistaksis.Keluhan berdebar, takikardi, suara murmur jantung, kulit dan mukosa pucat, deficit saraf cranial, terkadang ada perdarahan serebral.
B3 ( Brain )
Keluhan nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa lemas, kram pada otot, meringis, kelemahan, dan hanya berpusat pada diri sendiri.
1.    Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, dan kehilangan rasa ( baal ).
2.    Pola Kognitif dan Persepsi
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran ( samnolen ), iritabilitas otot dan sering kejang, adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
3.    Pola Mekanisme Koping dan Stres
Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut , marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan bingung.
B4 ( Bladder )
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria.
B5 ( Bowel )
Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan BB dan gangguan menelan, serta faringitis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bising usus, pembesaran limpa, pembesaran hepar akibat invasi sel–sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi ( bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia )
Anak kadang mengalami diare, penegangan pada parineal, nyeri abdomen, serta ditemukan darah segar dan feses berwarna ter, darah dalam urine, serta penurunan urine output.
B6 ( Bone )
Berikut ini akan dijelaskan mengenai dampak ALL terhadap pola tidur, pola latihan, dan aktivitas.
1.    Pola Tidur dan Istirahat
Anak memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur / istirahat karena mudah mengalami kelelahan.
2.    Pola Latihan 
Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan koordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri pada sendi atau tulang.Anak sering dalam keadaan umum lemah, rewel, dan ketidakmampuan melaksanakan aktivitas rutin seperti berpakaian, mandi, makan, dan toileting secara mandiri.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan tonus otot , kesadaran somnolen, keluhan jantung berdebar – debar ( palpitasi ), adanya murmur, kulit pucat, membrane mukosa pucat serta penurunan fungsi saraf cranial dengan atau disertai tanda – tanda perdarahan serebral.
3.    Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari – hari, kontraksi otot lemah, klien ingin tidur  terus, dan tampak bingung.
7.   Pemeriksaan Diagnostik
1.    Count blood cells : indikasi normositik, anemia normokromik.
2.    Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr %.
3.    Retikulosit : menurun / rendah.
4.    Jumlah trombosit : sangat rendah ( < 50.000 / mm ).
5.    White blood cells : > 50.000 / cm dengan peningkatan immature WBC ( kiri ke kanan ).
6.    Serum / urineuric acid : meningkat.
7.    Serum zinc : menurun.
8.    Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan precursor eritroid, sel matur, dan penurunan megakariosit.
9.    Rontgen dada dan biopsy kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu.
B.       Diagnosa Keperawatan
a)         Aktual / resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, dan imunosupresi.
b)        Aktual / resiko tinggi terhadap penurunan volume cairan yang berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare, dan penurunan intake cairan.
c)         Nyeri akut yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukemia.
d)        intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energy, peningkatan laju metabolic akibat produksi leukosit yang berlebihan serta ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
e)         Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, dan perubahan peran.
f)         Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis penyakit.
C.      RENCANA INTERVENSI
Aktual / resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel.
Rencana intervensi pada pasien ini, bertujuan agar klien tidak mengalami infeksi, syok hipovolemik teratasi, tidak ada nyeri, dan meningkatnya kemampuan teraktivitasi.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria : klien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dikurangi serta mampu menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji dan catat faktor yang meningkatkan resiko infeksi.

Lakukan tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang beresiko.
-          Pertahankan isolasi protektif sesuai kebijakan institusional.
-          Pertahankan teknik mencuci tangan.
-          Beri hygiene yang baik.
-          Batasi pengunjung.
-          Gunakan protocol rawat mulut.

Laporkan bila ada perubahan tanda vital.



Jelaskan alasan kewaspadaan dan pantangan .

Yakinkan klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya sementara.



Minimalkan prosedur infasif.



Dapatkan kultur sputum, urine, diare, darah, dan sekresi tubuh abnormal sesuai anjuran.
Menjadi data dasar dan meminimalkan resiko infeksi.

Kewaspadaan meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, pathogen jamur, baik endogen maupun eksogen.






Perubahan tanda – tanda vital merupakan tanda dini terjadinya sepsis, terutama bila terjadi peningkatan suhu tubuh.

Pengertian klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi faktor resiko.

Granulositopenia dapat menetap 6 – 12 minggu.Pengertian tentang sifat sementara granulositopenia dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya.

Prosedur tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi.

Kultur dapat mengonfirmasikan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

Aktual / resiko tinggi penurunan volume cairan, hipovolemi, dan syok yang berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih sekunder dari diare, muntah – muntah, perdarahan, dan diafhoresis.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam gangguan volume cairan dan syok hipovolemi teratasi.
Kriteria : Klien tidak  mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit norma, tanda – tanda vital dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml / hari. Laboratorium  : nilai hematokrit dan protein serum meningkat, Bun / kreatinin menurun.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).






Kaji sumber – sumber kehilangan cairan.







Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri bila memungkinkan.



Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur.
Timbang berat badan setiap hari.
Pantau frekuensi jantung dan irama.


Pantau frekuensi jantung dan irama.


Kolaborasi :
-          Pertahankan pemberian cairan secara intravena.



-          Pemberian kortikosteroid



-          Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah.
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml / hari merupakan tanda – tanda terjadinya syok kardiogenik.

Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi Perdarahan harus dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat – obat antiemetic dan diare dengan antidiare.

Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat diindikasikan menjadi renal obstruksi.

Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.


Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan.

Efek kortikosteroid yang menahan cairan dapat menurunkan bertambahnya cairan yang keluar.

Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap perdarahan.




Nyeri akut yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukimia.Peningkatan produksi asam laktat jaringan local.

Tujuan : dalam waktu 3 × 24 jam terdapat penurunan respons nyeri.
Kriteria : secara subyektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara obyektif didapatkan tanda – tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, dan tidak terjadi penurunan perfusi jaringan.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
1.      Atur  posisi fisiologis.


2.      Istirahatkan klien.



3.      Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.





4.      Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam.


5.      Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.






6.      Lakukan manajemen sentuhan.






Kolaborasi pemberian terapi
-          Analgetik






-          Kemoterapi.







-          Radiasi.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena terjadi sebagai temuan pengkajian.

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia.

Istirahatkan akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan demand oksigen jaringan.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.

Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.

Digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan perdarahan sendi analgetika oral non – opioid diberikan untuk menghindari ketergantungan pada narkotika pada nyeri kronis.

Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine, prednisone, daunroubicine, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan.

Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada system saraf pusat.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energy, peningkatan laju metabolic akibat produksi leukosit yang berlebihan, ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
Tujuan : aktivitas sehari – hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
INTERVENSI
RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.

Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat defekasi.

Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.


Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subyektif.

Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.

Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.

Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung, dan takikardi serta peningkatan TD.

Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.


Untuk mengurangi beban jantung.


Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.

Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.

Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria : Klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negative.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.


Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.





Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan, termasuk permusuhan dan kemarahan.

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.



Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga.





Dukung mekanisme koping efektif.








Hindari faktor peningkatan stress emosional.





Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.


Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak – banyaknya hal – hal untuk dirinya.


Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.

Dukung penggunaan alat – alat yang dapat mengadapatasikan klien, tongkat, alat bantu jalan, dan tas panjang untuk kateter.


Pantau gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letarghi, dan menarik diri.



Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.

Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh juga kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

Klien dengan hemophilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Sejak masa kanak- kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.Mereka harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan normal.

Perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan keluarganya.

Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.

Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi.

Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan social.

Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan  perasaan.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan kesehatan.
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam kecemasan klien berkurang.
Kriteria : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

Hindari konfrontasi.



Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Tingkatkan control sensasi klien.








Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.






Kolaborasi : berikan anticemas sesuai indikasi,
Contohnya : diazepam.

Reaksi verbal / nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.


Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

Kontrol sensasi klien ( dalam menurunkan ketakutan ) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber – sumber koping, ( pertahanan diri ), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik – teknik pengalihan, serta memberikan respons baik yang positif.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Memberikan waktu untuk mengeskpresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman – teman yang dipilih klien melayani aktivitas serta pengalihan ( misalnya membaca ) akan menurunkan perasaan terisolasi.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.















BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
-        Leukemia Limfositik Akut merupakan suatu proliferasi ganas dari Limfoblast.
-        Leukemia Limfositik Akut diklasifikasikan berdasarkan morfologis dan imunofenotipe.
-        Faktor penyebab ALL belum diketahui, namun dapat terjadi akibat interaksi dengan factor-faktor, seperti radiasi, zat kimia, dsb.
-        Gejalanya, antara lain: rasa lelah, panas tanpa infeksi, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta perdarahan.
-        Bentuk terapi utama klien ALL adalah kemoterapi.

B.       SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,













DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A. dan Lorraine M.Wilson. 1994. Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Buku 1 Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC
http://community.um.ac.id/2010/07/Leukemia-Limfositik-Akut.html diakses tanggal 7 Oktober 2010
http://mediaku.web.id/2009/04/penyakit-leukemia-kanker-darah.html diakses tanggal 7 Oktober 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar