MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI ( LEUKEMIA
LIMFOSITIK AKUT )
Oleh :
Kelompok V
1.
SYAMSUL IRWANDI
2.
SWANDI
3.
TONTO WIJOHANA
4.
YANDRI AHMAD FADLI
5.
ZAINUDDIN
6.
M. ISNAINI
7.
NURUL HADI
8.
SITI SUFIANI A.H
9.
DIDI HARIADI
10.
L. PADLI SISWANTO
11.
PROGRAM STUDI :
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) HAMZAR LOTIM
NTB
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karuniannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Anak II ini tepat pada waktunya dengan judul ” Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Hematologi ( Leukemia Limfositik Akut ) ”
Dalam kesempatan ini juga penulis ucapkan
banyak terima kasih kapada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penulisan karya Tulis ini.
Akhirya penulis menyadari sepenuhnya bahwa
Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan dimasa- masa yang akan datang.
Mamben 14
April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................. ......... 1
B. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II Landasan Teori.............................................................................. 3
A.
Definisi....................................................................................... 3
B.
Klasifikasi……………………………….…………………….. 3
C. Etiologi…………………………………………………….…… 4
D. Pathofisiologi/
Pathway………………………………………. 4
E. Manifestasi Klinis………………………………………………. 6
F. Penatalaksanaan…………………………………………………. 8
G. Komplikasi……………………………………………………… 9
H. Prognosis………………………………………………………… 9
BAB III Asuhan Keperawatanpada Klien Dengan Gangguan Hematologi
( Leukemia Limfositik Akut )….....………………………………… 10
A. Pengkajian...................................................................................... 10
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................. 17
C. Rencana Tindakan......................................................................... . 17
BAB IV PENUTUP........................................................................................ 28
A. Kesimpulan.................................................................................... 28
B. Saran............................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos (λευκός): "putih"; aima (αίμα): "darah", atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam
klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau
transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid, umumnya
terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang
digantikan oleh sel tak normal atau abnormal.Sel abnormal ini keluar dari
sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia
mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan
imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah
putih, karena
pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi.Sel darah
putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit.Jumlah yang semakin meninggi ini
dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Insiden leukemia di negara Barat
adalah 13/100.000 penduduk per tahunnya. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh
kasus kanker. Sedangkan, frekuensi terbesar adalah leukemia akut, yakni 60%
dari total kejadian.
Leukemia akut merupakan proliferasi
sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain
daripada normal, jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.Leukemia akut diklasifikasikan
menjadi 2 menurut FAB (French-American-British), yakni leukemia limfositik akut
dan leukemia mielositik akut.
Leukemia Limfositik Akut terdapat
pada 20% orang dewasa yang menderita leukemia. Keadaan ini merupakan kanker
yang paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak
insiden antara umur 3 sampai 4 tahun.
a. Tujuan
Umum
Tujuan
umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Anak
2 tentang asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL.
b. Tujuan
Khusus
Tujuan
khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui definisi
dari Leukemia: ALL, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, evaluasi
diagnostic, penatalaksanaan medis, komplikasi, serta proses keperawatan klien dengan
Leukimia: ALL tersebut.
BAB
II
LANDASAN TEORI
A.
Definisi
Leukemia limfositik akut adalah bentuk akut dari
leukemia yang diklasifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum
tulang, yaitu berupa limfoblast.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit
yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang
menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan
sel-sel normal di dalam sumsum tulang. (buku ajar Askep Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi)
Insiden LLA berkisar 2-3 per 100.000 penduduk, lebih
sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi limfosit, berubah menjadi ganas.Sel leukemik ini tertimbun
di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan
sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran
darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan
organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.Sel
kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa
menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Pada leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang abnormal, jumlahnya
berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, serta dapat diakhiri
dengan kematian.
B.
Klasifikasi
klasifikasi LLA, antara lain
sebagai berikut:
a. Secara
morfologis, menurut FAB (French-America-British) LLA dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu:
Ø L1,
ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL, biasanya ditemukan pada anak-anak.
Ø L2,
sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan
sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya terjadi pada orang
dewasa.
Ø L3,
ALL mirip dengan limfoma burkitt, yaitu sitoplasma basophil dengan banyak vakuola,
hanya merupakan 1% dari ALL.
b. Secara
imunofenotipe, LLA dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu:
Ø Common
ALL, frekuensi relative pada anak-anak 76% dan dewasa 51%.
Ø Null
ALL, frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 38%.
Ø T-ALL,
frekuensi relative pada anak-anak 12% dan dewasa 10%.
Ø B-ALL,
frekuensi relative pada anak-anak 1% dan dewasa 2%.
C.
Etiologi
Faktor
penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi
sejumlah faktor berikut ini :
1. Neoplasia
2. Infeksi
3. Radiasi
4. Keturunan
5. Zat
kimia
6.
Mutasi gen
D.
Patofisiologi/
Pathway
ALL
meningkat dari sel batang limfoid tunggal dengan kematangan lemah dan pengumpulan
sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan limfoid yang berbeda dalam sumsum tulang, mulai dari yang
premature hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat
kematangannya merupakan petunjuk untuk menentukan atau meramalkan
kelanjutannya.Pada pemeriksaan darah tepi, ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya terdapat leukositosis, kadang-kadang leucopenia (25 %). Jumlah
leukosit neutrofil sering kali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blast
yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel pluripoten, kemudian stem
sel limfoid, pre – B, early B,sel B
intermediate, sel B matang, sel plasmasitoid, dan sel plasma. Limfosit T juga
berasal dari stem sel pluripoten, berkembang menjadi stem sel limfoid, sel
timosit imatur, cimmon thymosit,
timosit matur, serta menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan
produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-anak
menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali.Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu: sakit
kepala, mutah-muntah, kejang, dan gangguan pengelihatan.
E.
Manifestasi
Klinis
Limfosit
imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.Akibatnya, hematopoesis normal terhambat,
mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan
trombosit.Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah namun leukosit jumlahnya
dapat rendah atau tinggi, tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi
infiltrasi leukemia lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati dan
limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, serta nyeri tulang.
Anemia.
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah
merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita
bernafas cepat sebagai
kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).
Perdarahan.
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena
didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan
dijaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil dijaringan kulit).
Terserang
Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama
melawan penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang
diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak berfungsi semestinya.
Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri, bahkan
dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari
hidung (meler) dan batuk.
Nyeri Tulang
dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone
marrow) mendesak padat oleh sel darah putih.
Nyeri Perut.
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia
dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran
pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak
hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
Pembengkakan
Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada
kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar
lympa bertugas menyaring darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan
menyebabkan pembengkakan.
Kesulitan
Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan
nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan
medis.
F.
Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Bentuk
terapi utama dalam penanganan masalah LLA adalah kemoterapi.Kemoterapi untuk
LLA yang paling mendasar terdiri dari atas panduan obat.
Penderita
yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum
tulang.
Sebelum
sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
- Transfusi
sel darah merah untuk mengatasi anemia
- Transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan
- Antibiotik
untuk mengatasi infeksi.
I.
Induksi
Remisi
a. Obat
yang digunakan terdiri atas:
· Vincristine
(VCR), 1,5 mg/m2/minggu secara IV.
· Prednisone
(Pred), 6 mg/m2/hari secara oral.
· L.Asparaginase
(L.asp), 10.000 U/m2.
· Daunorubicin
(DNR), 25 mg/m2/minggu-4 minggu.
b. Regimen
yang digunakan untuk LLA dengan resiko standar terdiri atas:
· Prednison
+ VCR
· Prednisone
+ VCR + L.Asparaginase.
c. Regimen
untuk LLA dengan resiko tinggi atau LLA pada orang dewasa, antara lain:
· Prednisone
+ VCR + DNR dengan atau tanpa L.Asparaginase.
· DNR
+ VCR + Prednison + L.asparaginase dengan atau tanpa siklofosfamid.
II. Terapi post-remisi
a. Terapi
untuk sanctuary phase(membasmi sel
leukemia yang bersembunyi dalam SSP dan testis).
b. Terapi
intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen non-cross resistant terhadap induksi remisi.
c. Terapi
pemeliharaan (maintenance): umumnya digunakan 6 mercaptopurine (6 MP) per oral,
diberikan diberikan selama 2-3 tahun dengan diselingi terapi konsolidasi.
G.
Komplikasi
·
Hepatomegaly
dan splenomegali
·
tumor
lysis sindrome
·
gagal
ginjal
·
sepsis
(adanya mikroorganisme dalam darah atau jaringan lain)
·
perdarahan
·
trombosis
·
neurophaty
(gangguan fungsional pada sistem saraf tepi)
·
encephalophaty
(penyakit degeneratif pada otak)
·
keganasan
sekunder
·
kekurangan
hormon pertumbuhan
·
Kematian
juga dapat terjadi. Biasanya akibat dari infeksi yang tak terkontrol lagi
ataupun perdarahan yang luar biasa. Bahkan bisa juga terjadi sekalipun telah
diterapi dengan produk darah yang benar dan kemoterapi yang tepat.
H.
Prognosis
Sebelum adanya
pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4 bulan setelah
penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa
dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal.
Banyak penderita
yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak memperlihatkan
tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan.Anak berusia 3-7 tahun
memiliki prognosis paling baik.Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah
putih awalnya kurang dari 25.000 sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis
yang lebih baik daripada penderita yang memiliki jumlah sel darah putih lebih
banyak.
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
HEMATOLOGI
(
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT )
A. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan yang dilakukan terdiri atas keluhan utama dan riwayat kesehatan
masa lalu.
1.
Anamnesis
Anamnesa,
meliputi: nama, umur (ALL sering terdapat pada anak – anak usia dibawah 15
tahun ( 85 % ), puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun), jenis kelamin (Rasio
lebih sering terjadi pada anak laki – laki daripada anak perempuan), dsb
2.
Keluhan
Utama
Pada
anak prasekolah keluhan yang sering muncul tiba – tiba adalah demam, lesu dan
lelah, nafsu makan berkurang, pucat (anemia), dan kecendrungan terjadi
perdarahan, dan nyeri.
3.
Riwayat
Kesehatan Masa Lalu
Pada
penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar oleh bahan kimia
( benzene dan arsen ) ; infeksi virus ( Epstein barr HTLV – 1 ) ; kelainan
kromosom dan penggunaan obat – obatan seperti phenylbutazone dan
chloramphenicol ; serta terapi radiasi maupun kemoterapi.
4.
Psikososial
Merasa
kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru, serta
kehilangan teman.Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang,
perubahan mood, dan tampak bingung.
5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan DDST
Umur 0-3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45 derajat
Menggerakkan kepala dari kanan/kiri ke tengah
Melihat dan menatap wajah Anda
Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
Suka tertawa keras
Bereaksi terkejut terhadap suara keras
Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum
Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Umur 3-6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang
Mengangkat kepala setinggi 90 derajat
Mempertahankan kepala tetap tegak dan stabil
Menggenggam pencil
Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
Memegang tangannya sendiri
Berusaha memperluas pandangan
Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
Tersenyum ketika melihat gambar/mainan yang menarik saat bermain sendiri
Umur 6-9 bulan
Duduk (sikap tripoid-sendiri)
Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
Memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda pada saat yang bersamaan
Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
Bersuara tanpa arti, misalnya mamama, bababa, papapa.
Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
Bermain tepuk tangan/ciluk ba
Bergembira dengan melempar benda
Makan kue sendiri
Umur 9-12 bulan
Mengangkat badannya ke posisi berdiri
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
Dapat berjalan dengan dituntun
Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang diinginkan
Menggenggam erat pensil
Memasukkan benda ke mulut
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Mengeksprolasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
Berekasi terhadap suara perlahan/bisikan
Senang diajak bermain “ciluk ba”
Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum dikenal
Umur 12-18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali
Berjalan mundur 5 langkah
Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”
(tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan panggil
“ayah” catatan)
Menumpuk 2 kubus
Memasukkan kubus di kotak
Menunjuk apa yang didinginkan tanpa merengek/menangis, anak bisa mengeluarkan
suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu.
Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Umur 18-24 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
Berjalan tanpa terhuyung-huyung
Bertepuk tangan/melambai-lambai
Menumpuk 4 buah kubus
Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
Menggelindingkan bola ke arah sasaran
Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti
Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga
Memegang cangkir sendiri, belajar makan minum sendiri
Umur 24-36 bulan
Jalan naik tangga sendiri
Dapat bermain dan menendang bola kecil
Mencoret-coret pensil pada kertas
Bicara dengan baik, menggunakan 2 kata
Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih
Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika
diminta
Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
Melepas pakaiannya sendiri
Umur 36-48 bulan
Berdiri 1 kaki 2 detik
Melompat kedua kaki diangkat
Mengayuh sepeda roda tiga
Menggambar garis lurus
Menumpuk 8 buah kubus
Mengenal 2-4 warna
Menyebut nama, umur, tempat
Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan
Mendengarkan cerita
Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri
Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan
Mengenakan sepatu sendiri
Mengenakan celana panjang, kemeja, baju
Umur 48-60 bulan
Berdiri 1 kaki 6 detik
Melompat-lompat 1 kaki
Menari
Menggambar tanda silang
Menggambar lingkaran
Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
Mengancing baju atau pakaian boneka
Menyebut nama lengkap tanpa dibantu
Senang menyebut kata-kata baru
Senang bertanya tentang sesuatu
Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar
Bicaranya mudah dimengerti
Bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan bentuknya
Menyebut angka, menghitung jari
Menyebut nama-nama hari
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
Menggosok gigi tanpa dibantu
Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal ibu
Umur 60-72 bulan
Berjalan lurus
Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik
Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap
Menangkap bola kecil dengan kedua tangan gambar
Menggambar segi empat
Mengerti arti lawan kata
Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih
Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan kegunaannya
Mengenal angka, bisa menghitung angka 5 -10
Mengenal warna-warni
Mengungkapkan simpati
Mengikuti aturan permainan
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik yang dikaji adalah pemeriksaan persistem B1 – B6.
B1 ( Breathing )
Anak
mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas ringan.Dapat ditemukan
adanya dispnea, takipnea, batuk, crackles, dan penurunan suara napas.
B2 ( Bleeding )
Penderita
ALL mudah mengalami perdarahan spontan yang tidak terkontrol dengan trauma
minimal, gangguan visual akibat perdarahan retina, demam, lebam, purpura,
perdarahan gusi, dan epistaksis.Keluhan berdebar, takikardi, suara murmur
jantung, kulit dan mukosa pucat, deficit saraf cranial, terkadang ada
perdarahan serebral.
B3 ( Brain )
Keluhan
nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, dada terasa lemas, kram pada otot,
meringis, kelemahan, dan hanya berpusat pada diri sendiri.
1. Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi,
perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing,
kesemutan, telinga berdenging, dan kehilangan rasa ( baal ).
2.
Pola
Kognitif dan Persepsi
Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran ( samnolen ), iritabilitas otot dan sering
kejang, adanya keluhan sakit kepala, serta disorientasi karena sel darah putih
yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
3.
Pola
Mekanisme Koping dan Stres
Anak berada dalam kondisi yang
lemah dengan pertahan tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat
ditemukan adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut , marah, dan
iritabilitas. Juga ditemukan perubahan suasana hati dan bingung.
B4 ( Bladder )
Pada
inspeksi didapatkan adanya abses perianal serta hematuria.
B5 ( Bowel )
Anak
sering mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan sensasi
rasa, penurunan BB dan gangguan menelan, serta faringitis.
Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bising usus,
pembesaran limpa, pembesaran hepar akibat invasi sel–sel darah putih yang
berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oral, dan adanya
pembesaran gusi ( bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia )
Anak
kadang mengalami diare, penegangan pada parineal, nyeri abdomen, serta
ditemukan darah segar dan feses berwarna ter, darah dalam urine, serta
penurunan urine output.
B6 ( Bone )
Berikut
ini akan dijelaskan mengenai dampak ALL terhadap pola tidur, pola latihan, dan
aktivitas.
1.
Pola
Tidur dan Istirahat
Anak
memperlihatkan penurunan aktivitas dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk
tidur / istirahat karena mudah mengalami kelelahan.
2.
Pola
Latihan
Anak
penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan koordinasi dalam pergerakan,
keluhan nyeri pada sendi atau tulang.Anak sering dalam keadaan umum lemah,
rewel, dan ketidakmampuan melaksanakan aktivitas rutin seperti berpakaian,
mandi, makan, dan toileting secara mandiri.
Dari
pemeriksaan fisik didapatkan penurunan tonus otot , kesadaran somnolen, keluhan
jantung berdebar – debar ( palpitasi ), adanya murmur, kulit pucat, membrane
mukosa pucat serta penurunan fungsi saraf cranial dengan atau disertai tanda –
tanda perdarahan serebral.
3.
Aktivitas
Lesu,
lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari – hari,
kontraksi otot lemah, klien ingin tidur
terus, dan tampak bingung.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Count
blood cells : indikasi normositik, anemia normokromik.
2. Hemoglobin
: bisa kurang dari 10 gr %.
3. Retikulosit
: menurun / rendah.
4. Jumlah
trombosit : sangat rendah ( < 50.000 / mm ).
5. White
blood cells : > 50.000 / cm dengan peningkatan immature WBC ( kiri ke kanan
).
6. Serum
/ urineuric acid : meningkat.
7. Serum
zinc : menurun.
8. Bone
marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan precursor eritroid,
sel matur, dan penurunan megakariosit.
9.
Rontgen dada dan biopsy kelenjar limfa :
menunjukkan tingkat kesulitan tertentu.
B.
Diagnosa Keperawatan
a)
Aktual / resiko tinggi terhadap infeksi
yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel darah merah, peningkatan jumlah
limfosit imatur, dan imunosupresi.
b)
Aktual / resiko tinggi terhadap
penurunan volume cairan yang berhubungan dengan pengeluaran berlebihan seperti
muntah, perdarahan, diare, dan penurunan intake cairan.
c)
Nyeri akut yang berhubungan dengan
pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder pemberian agen antileukemia.
d)
intoleransi aktivitas yang berhubungan
dengan kelemahan, penurunan sumber energy, peningkatan laju metabolic akibat
produksi leukosit yang berlebihan serta ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan.
e)
Koping individu atau keluarga tidak
efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran diri yang salah,
dan perubahan peran.
f)
Kecemasan individu dan keluarga yang
berhubungan dengan prognosis penyakit.
C.
RENCANA
TINDAKAN
Aktual / resiko
tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan maturitas sel.
Rencana
intervensi pada pasien ini, bertujuan agar klien tidak mengalami infeksi,
syok hipovolemik teratasi, tidak ada nyeri, dan meningkatnya kemampuan
teraktivitasi.
|
||
Tujuan :
dalam waktu 1 × 24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria
: klien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor resiko yang dapat
dikurangi serta mampu menyebutkan tanda dan gejala dini infeksi.
|
||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
Kaji
dan catat faktor yang meningkatkan resiko infeksi.
Lakukan
tindakan untuk mencegah pemajanan pada sumber yang beresiko.
-
Pertahankan isolasi protektif
sesuai kebijakan institusional.
-
Pertahankan teknik mencuci
tangan.
-
Beri hygiene yang baik.
-
Batasi pengunjung.
-
Gunakan protocol rawat mulut.
Laporkan
bila ada perubahan tanda vital.
Jelaskan
alasan kewaspadaan dan pantangan .
Yakinkan
klien dan keluarganya bahwa peningkatan kerentanan pada infeksi hanya
sementara.
Minimalkan
prosedur infasif.
Dapatkan
kultur sputum, urine, diare, darah, dan sekresi tubuh abnormal sesuai
anjuran.
|
Menjadi
data dasar dan meminimalkan resiko infeksi.
Kewaspadaan
meminimalkan pemajanan klien terhadap bakteri, virus, pathogen jamur, baik
endogen maupun eksogen.
Perubahan
tanda – tanda vital merupakan tanda dini terjadinya sepsis, terutama bila
terjadi peningkatan suhu tubuh.
Pengertian
klien dapat memperbaiki kepatuhan dan mengurangi faktor resiko.
Granulositopenia
dapat menetap 6 – 12 minggu.Pengertian tentang sifat sementara
granulositopenia dapat membantu mencegah kecemasan klien dan keluarganya.
Prosedur
tertentu dapat menyebabkan trauma jaringan, meningkatkan kerentanan infeksi.
Kultur
dapat mengonfirmasikan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.
|
|
Aktual
/ resiko tinggi penurunan volume cairan, hipovolemi, dan syok yang
berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih sekunder dari diare, muntah –
muntah, perdarahan, dan diafhoresis.
|
||
Tujuan :
dalam waktu 1 × 24 jam gangguan volume cairan dan syok hipovolemi teratasi.
Kriteria :
Klien tidak mengeluh pusing, membrane
mukosa lembab, turgor kulit norma, tanda – tanda vital dalam batas normal,
CRT < 3 detik, urine > 600 ml / hari. Laboratorium : nilai hematokrit dan protein serum
meningkat, Bun / kreatinin menurun.
|
||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
Pantau
status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).
Kaji
sumber – sumber kehilangan cairan.
Auskultasi
TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau,
berdiri bila memungkinkan.
Kaji
warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur.
Timbang
berat badan setiap hari.
Pantau
frekuensi jantung dan irama.
Pantau
frekuensi jantung dan irama.
Kolaborasi
:
-
Pertahankan pemberian cairan
secara intravena.
-
Pemberian kortikosteroid
-
Monitor hasil pemeriksaan
diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah.
|
Jumlah
dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan
volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat
pada produksi urine < 600 ml / hari merupakan tanda – tanda terjadinya
syok kardiogenik.
Kehilangan
cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang
mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi
Perdarahan harus dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat – obat
antiemetic dan diare dengan antidiare.
Hipotensi
bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya
system kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan
darah.
Mengetahui
adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai
ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat
diindikasikan menjadi renal obstruksi.
Perubahan
frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Jalur
yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam
melakukan control intake dan output cairan.
Efek
kortikosteroid yang menahan cairan dapat menurunkan bertambahnya cairan yang
keluar.
Bila
platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien
cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap
perdarahan.
|
|
Nyeri
akut yang berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder
pemberian agen antileukimia.Peningkatan produksi asam laktat jaringan local.
|
|||||
Tujuan
: dalam waktu 3 × 24 jam terdapat penurunan respons nyeri.
Kriteria
: secara subyektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara obyektif
didapatkan tanda – tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, dan tidak
terjadi penurunan perfusi jaringan.
|
|||||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||||
Catat
karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan penyebarannya.
Lakukan
manajemen nyeri keperawatan :
1. Atur posisi fisiologis.
2. Istirahatkan
klien.
3. Manajemen
lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
4. Ajarkan
teknik relaksasi pernafasan dalam.
5. Ajarkan
teknik distraksi pada saat nyeri.
6. Lakukan
manajemen sentuhan.
Kolaborasi
pemberian terapi
-
Analgetik
-
Kemoterapi.
-
Radiasi.
|
Variasi
penampilan dan perilaku klien karena terjadi sebagai temuan pengkajian.
Posisi
fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami nyeri
sekunder dari iskemia.
Istirahatkan
akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan
demand oksigen jaringan.
Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di ruangan.
Meningkatkan
asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.
Distraksi
( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri.
Manajemen
sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri.Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan
otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan
sensasi nyeri.
Digunakan
untuk mengurangi nyeri sehubungan dengan hematoma otot yang besar dan
perdarahan sendi analgetika oral non – opioid diberikan untuk menghindari
ketergantungan pada narkotika pada nyeri kronis.
Bentuk
terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine, prednisone,
daunroubicine, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan dengan
kombinasi mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk
pemeliharaan.
Radiasi
untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat
membantu mencegah kekambuhan pada system saraf pusat.
|
||||
Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan sumber energy,
peningkatan laju metabolic akibat produksi leukosit yang berlebihan,
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.
|
|||||
Tujuan
: aktivitas sehari – hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan
beraktivitas.
Kriteria
: klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat,
terutama mobilisasi di tempat tidur.
|
|||||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||||
Catat
frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah
aktivitas.
Tingkatkan
istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Anjurkan
klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat
defekasi.
Jelaskan
pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi
bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Pertahankan
klien tirah baring sementara sakit akut.
Pertahankan
rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Evaluasi
tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Berikan
waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Selama
aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta
keluhan subyektif.
|
Respons
klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
Menurunkan
kerja miokardium / konsumsi oksigen.
Dengan
mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung, dan
takikardi serta peningkatan TD.
Aktivitas
yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas
berlebihan.
Untuk
mengurangi beban jantung.
Meningkatkan
kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.
Untuk
mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.
Untuk
mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja
jantung.
Melihat
dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
|
||||
Koping
individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.
|
|||||
Tujuan
: dalam waktu 1 × 24 jam klien atau keluarga mampu mengembangkan koping yang
positif.
Kriteria
: Klien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan, mampu menyatakan atau
mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
sedang, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan
menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negative.
|
|||||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||||
Kaji
perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Identifikasi
arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.
Anjurkan
klien untuk mengekspresikan perasaan, termasuk permusuhan dan kemarahan.
Catat
ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan inilah kematian.
Berikan
informasi status kesehatan pada klien dan keluarga.
Dukung
mekanisme koping efektif.
Hindari
faktor peningkatan stress emosional.
Bantu
dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
Anjurkan
orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak – banyaknya
hal – hal untuk dirinya.
Dukung
perilaku atau usaha seperti peningkatan minat dan partisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi.
Dukung
penggunaan alat – alat yang dapat mengadapatasikan klien, tongkat, alat bantu
jalan, dan tas panjang untuk kateter.
Pantau
gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letarghi, dan menarik diri.
Kolaborasi
: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
|
Menentukan
bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan
intervensi.
Beberapa
klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan
mengenal dan mengatur kekurangan.
Menunjukkan
penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
Mendukung
penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran
tubuh juga kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.
Klien
dengan hemophilia sering memerlukan bantuan dalam menghadapi kondisi kronis,
keterbatasan ruang kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan
penyakit yang akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Sejak
masa kanak- kanak, klien dibantu untuk menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif dari kehidupan mereka.Mereka
harus didorong untuk merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma
yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan mengganggu kegiatan
normal.
Perawat
harus mengetahui pengaruh stress tersebut secara professional dan personal
serta menggali semua sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk
klien dan keluarganya.
Membantu
meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.
Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
masa mendatang.
Meningkatkan
kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi
untuk lebih aktif dalam kegiatan social.
Dapat
mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari
stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Dapat
memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.
|
||||
Cemas yang
berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan
kesehatan.
|
|||||
Tujuan :
dalam waktu 1 × 24 jam kecemasan klien berkurang.
Kriteria
: klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah rileks.
|
|||||
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
||||
Kaji
tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping klien, dan lakukan tindakan
bila menunjukkan perilaku merusak.
Hindari
konfrontasi.
Mulai
melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
Tingkatkan
control sensasi klien.
Orientasikan
klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
Berikan
privasi untuk klien dan orang terdekat.
Kolaborasi
: berikan anticemas sesuai indikasi,
Contohnya
: diazepam.
|
Reaksi
verbal / nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
Konfrontasi
dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
Mengurangi
ransangan eksternal yang tidak perlu.
Kontrol
sensasi klien ( dalam menurunkan ketakutan ) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber – sumber
koping, ( pertahanan diri ), yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik – teknik pengalihan, serta memberikan respons baik yang positif.
Orientasi
dapat menurunkan kecemasan.
Dapat
menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Memberikan
waktu untuk mengeskpresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi.
Adanya
keluarga dan teman – teman yang dipilih klien melayani aktivitas serta
pengalihan ( misalnya membaca ) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Meningkatkan
relaksasi dan menurunkan kecemasan.
|
||||
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
-
Leukemia Limfositik Akut merupakan suatu
proliferasi ganas dari Limfoblast.
-
Leukemia Limfositik Akut
diklasifikasikan berdasarkan morfologis dan imunofenotipe.
-
Faktor penyebab ALL belum diketahui,
namun dapat terjadi akibat interaksi dengan factor-faktor, seperti radiasi, zat
kimia, dsb.
-
Gejalanya, antara lain: rasa lelah,
panas tanpa infeksi, nyeri tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta
perdarahan.
-
Bentuk terapi utama klien ALL adalah
kemoterapi.
B. Saran
Demikianlah
makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang
asuhan keperawatan klien dengan Leukemia: ALL. Kami selaku penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo
Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia A. dan Lorraine M.Wilson.
1994. Patofisiologi-Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Buku 1 Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C dan Brenda G. Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
vol 2. Jakarta: EGC
http://community.um.ac.id/2010/07/Leukemia-Limfositik-Akut.html
diakses tanggal 7 Oktober 2010
http://mediaku.web.id/2009/04/penyakit-leukemia-kanker-darah.html
diakses tanggal 7 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar