BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegagalan multi organ terus menjadi
penyebab kematian lanjut setelah cedera.Kegagalan multi organ juga menjadi penyebab terbanyak
mortalitas di unit terapi intensif setelah
penyakit medis katastrofik mayor dan komplikasi bedah. Patogenesis darisindrom
ini masih belum dapat dimengerti sepenuhnya, tapi cenderung berkaitan dengan sejumlah
kombinasi dari respon inflamasi disregulasi, maldistribusi aliran darah,
cederaiskemia-reperfusi dan disregulasi fungsi imun.
Awalnya
sindrom kegagalan multi organ diduga sebagai akibat dari sepsis. Ide ini berdasarkan pengamatan bahwa onset dini dari
kegagalan respiratorik setelah sejumlahkejadian stress koinsiden dengan
respon septic pada banyak pasien. Respon ini antara lain meliputi demam, leukosistosis, peningkatan cardiac
output dan penurunan resistensivascular perifer.
Goris dan kawan-kawan
mendemonstrasikan bahwa lebih dari 50% pasien mengalami kegagalan multi
system organ tanpa bukti adanya infeksi. Sebagaitambahan, Nuytinck dkk. Menemukan bahwa pasien dengan
kegagalan multi organ yangmeninggal memiliki bukti adanya inflamasi akut dan
kronik pada seluruh organ mereka.Penemuan
ini mengarah pada ide bahwa kegagalan multi system organ berasal dari sindrom
respon inflamasi sistemik ( systemic inflammatory response syndrome/SIRS)
dan disregulasi respon hiperinflamasi
sistemik dari pada sepsis atau infeksi. Satu kejadian tersering yang
dapat menyebabkan scenario ini adalah iskemia/cedera reperfusi. Tujuan tinjauan ini adalah untuk membahas ide bahwa
iskemia/cedera reperfusi adalah suatu kejadian yang sering menjadi
predisposisi sindrom klinis dari kegagalan multiple systemorgan.Meskipun istilah kegagalan muti organ pertamakali
disebutkan pada akhir 1970an,
sindrom klinisnya telah dijelaskan dengan baik pada awal 1960an. Haimovici
B. Tujuan
1.
Mengetahui Kajian Pustaka dari Multi
Organ Disfungsi Syndrom
2.
Mengetahui ASKEP dari Multi Organ
Disfungsi Syndrom
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Multi
Organ Disfungsi Syndrom (MODS), sebelumnya dikenal sebagai kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ multisistem (MSOF),
diubah organ
fungsi pada pasien akut yang membutuhkan medis, intervensi untuk mencapai homeostasis .
Penggunaan "kegagalan organ multiple" atau "kegagalan organ
multisistem" harus dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter
fisiologis untuk menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal. [1]
Multi
Organ
Disfungsi Syndrom Beberapa adalah adanya
fungsi organ berubah pada pasien yang sakit akut sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Ini biasanya melibatkan dua atau
lebih sistem organ. [1]
B. Etiologi
Kondisi ini biasanya hasil dari
infeksi, cedera (kecelakaan, operasi), hipoperfusi dan hypermetabolism . Penyebab utama memicu terkendali respon inflamasi . Pada pasien operasi dan
non-operasi sepsis adalah penyebab paling umum. Sepsis
dapat menyebabkan syok septik . Dengan tidak adanya infeksi
gangguan sepsis-seperti disebut sistemik
respon inflamasi sindrom
(SIRS). Kedua SIRS dan sepsis pada akhirnya bisa berkembang menjadi sindrom
disfungsi organ multiple. Namun, dalam satu-sepertiga dari pasien tidak fokus
utama dapat ditemukan. [1] organ sindrom disfungsi Beberapa mapan sebagai tahap akhir
dari sebuah kontinum sindrom
respon inflamasi sistemik
+ infeksi keracunan darah parah sepsis Beberapa organ disfungsi sindrom.
Saat ini, peneliti melihat ke target genetik untuk terapi gen mungkin untuk
mencegah perkembangan sindrom disfungsi organ Beberapa.
Beberapa penulis telah menduga bahwa inaktivasi faktor transkripsi NF-kB dan AP-1 akan menjadi sasaran yang tepat dalam mencegah sepsis dan sindrom
respon inflamasi sistemik
. [2] Kedua gen pro-inflamasi. Namun, mereka adalah komponen penting dari
normal dan sehat respon imun , sehingga ada risiko meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi, yang juga dapat menyebabkan kerusakan klinis.
Beberapa
telah mengembangkan tikus sepsis model melalui cecal ligation dan tusukan (CLP). [3] Pria Balb / c tikus mengalami CLP diberi IL-10 vektor pembawa atau vektor kontrol
kosong. Paru , Hati dan ginjal kerusakan jaringan yang diukur dengan menilai myeloperoxidase dan aktivitas malonialdehyde. Kedua
terakhir adalah senyawa pengoksidasi endogen dihasilkan selama jaringan inflamasi . Para penulis menilai tingkat neutrofil infiltrasi di paru-paru dan
jaringan hati. IL-10 ekspresi protein diukur dengan
menggunakan imunohistokimia. Ekspresi Tumor necrosis factor-alpha mRNA diukur pada 3,8, dan 24 jam setelah CLP menggunakan transkripsi
polymerase chain reaction terbalik . Hasilnya menunjukkan secara signifikan mengurangi
kerusakan organ oleh IL-10 transfer gen, seperti yang diukur
oleh berkurangnya myeloperoxidase aktivitas di paru-paru , hati , dan ginjal . Tingkat malonialdehyde tidak terpengaruh oleh transfer ke
hati . Para hati dari tikus yang terinfeksi dengan vektor
adenoviral menunjukkan penurunan neutrofil aktivitas. The paru-paru dan ginjal sampel pada tikus yang membawa gen menunjukkan ekspresi
yang lebih rendah dari Tumor necrosis
factor-alpha
mRNA . Para peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan IL-10 ekspresi secara signifikan
mengurangi sepsis -induced cedera organ Beberapa.
C. Pathofisiologi
Penjelasan yang pasti belum
ditemukan. Respon lokal dan sistemik yang diprakarsai oleh kerusakan jaringan. kegagalan pernapasan adalah umum dalam 72 jam pertama.
Setelah yang satu ini mungkin melihat kegagalan hati (5-7 hari), perdarahan
gastrointestinal
(10-15 hari), dan gagal ginjal (11-17 hari) [1]
D. Diagnosis
Masyarakat Eropa Perawatan Intensif
mengadakan pertemuan konsensus pada tahun 1994 untuk menciptakan
"Sepsis-Terkait Organ Penilaian Kegagalan (SOFA)" nilai untuk
menggambarkan dan quantitate tingkat disfungsi organ dalam enam sistem organ.
Menggunakan variabel fisiologis serupa Skor Organ Beberapa Disfungsi
dikembangkan. [1] Empat fase klinis telah disarankan:
Tahap 1 pasien telah meningkatkan
persyaratan volume dan pernapasan ringan alkalosis yang disertai dengan oliguria , hiperglikemia dan peningkatan insulin persyaratan.
Tahap 2 pasien tachypneic , hypocapnic dan hypoxemic . Sedang hati disfungsi dan
kelainan hematologi mungkin.
Tahap 3 pasien mengembangkan shock dengan azotemia dan asam-basa gangguan. Signifikan koagulasi
kelainan.
Tahap 4 pasien vasopressor tergantung dan
oliguri atau anuric. kolitis iskemik dan asidosis laktat ikuti.
E. Prognosis
Kematian
bervariasi dari 30% sampai 100% dimana kesempatan untuk bertahan hidup
berkurang karena jumlah organ yang terlibat meningkat. Sejak 1980-an angka
kematian tidak berubah. [1]
F. Penatalaksanaan
Saat
ini tidak ada agen yang bisa membalikkan kegagalan organ mapan. Tetapi Oleh
karena itu terbatas pada perawatan suportif, yaitu menjaga hemodinamik, dan
respirasi. Mempertahankan oksigenasi jaringan yang memadai merupakan target
utama. Mulai nutrisi enteral dalam waktu 36 jam masuk ke unit perawatan
intensif telah
mengurangi komplikasi infeksi. [1]
Manusia
rekombinan protein C teraktivasi (activated drotrecogin alfa) dapat mengurangi
28-hari kematian di antara pasien dengan sindrom disfungsi organ multiple
sesuai dengan uji coba terkontrol
secara acak
. [5] The pengurangan risiko
relatif adalah
21,8%. Untuk pasien dengan risiko serupa dengan yang dalam penelitian ini
(33,9% memiliki 28-hari kematian), ini mengarah ke pengurangan risiko
absolut dari
7,4%. 13,5 pasien harus
dirawat selama
satu sampai manfaat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MULTI ORGAN
DISFUNGSI SINDROM ( MODS )
A. Pengkajian
- Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
3. Keluhan
utama/alasan masuk RS: adanya Sepsis
4.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan
sekarang
2. Riwayat kesehatan
keluarga
3. Pola Fungsi
Kesehatan:
Aktivitas & Istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia
Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan
jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal
atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut
(shock).
Heart rate : takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normal pada fase
awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan
normal
Kulit dan membran mukosa : mungkin
pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel,
perubahan mental.
Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan Hilang/melemahnya
bowel sounds
Neurosensori
Suby./Oby. : Gejala truma kepala Kelambanan mental,
disfungsi motorik
Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse
Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting Peningkatan
kerja nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal
atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi.
Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles,
ronchi, dan suara nafas bronchial
Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan
tidak seimbangnya ekpansi dada
Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan
cara palpasi. Sputum encer, berbusa Pallor atau cyanosis Penurunan kesadaran,
confusion
Rasa aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis,
transfusi darah, episode anaplastik
Seksualitas
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
Kebutuhan belajar
Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis\ Discharge Plan :
Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal, mungkin membutuhkan
asisten saat bepergian, shopping, self-care.
Study Diagnostik
·
Chest
X-Ray
·
ABGs/Analisa
gas darah
·
Pulmonary
Function Test
·
Shunt
Measurement (Qs/Qt)
·
Alveolar-Arterial
Gradient (A-a gradient)
·
Lactic
Acid Level
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Tidak
efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan
: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
tanpa sputum, cyanosis.
2.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan :
takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan
A-a Gradient.
3.
Resiko
tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran
cairan kompartemental
4.
Resiko
tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
5.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan
curah jantung,edema,hipotensi.
6.
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,pening
katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau
kelelahan.
7.
Cemas/takut
berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan,
takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan
masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya,
ketakutan, gelisah.
8.
Defisit
pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan
kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan
pertanyaan , menyatakan masalahnya.
C. Rencana Keperawatan
Dx 1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas,
penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
· Pasien dapat mempertahankan jalan
nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
· Pasien bebas dari dispneu
· Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
· Memperlihatkan tingkah laku
mempertahankan jalan nafas
Intervensi :
Independen
- Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R/ Penggunaan otot-otot
interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
R/ Pengembangan dada dapat menjadi
batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
- Catat karakteristik dari suara nafas
R/ Suara nafas terjadi karena adanya
aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan,
mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
- Catat karakteristik dari batuk
R/ Karakteristik batuk dapat merubah
ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat
dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
R/ Pemeliharaan jalan nafas bagian
nafas dengan paten
- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
R/ Penimbunan sekret mengganggu
ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
- Peningkatan oral intake jika memungkinkan
R/ Peningkatan cairan per oral dapat
mengencerkan sputum
Kolaboratif
- Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R/ Mengeluarkan sekret dan
meningkatkan transport oksigen
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
R/ Dapat berfungsi sebagai
bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
- Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
R/ Meningkatkan drainase sekret
paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
- Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R/ Diberikan untuk mengurangi
bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
Dx 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar
hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi :
Independen
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
R/ Takipneu adalah mekanisme
kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing
R/ Suara nafas mungkin tidak sama
atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran
alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas
- Kaji adanya cyanosis
R/ Selalu berarti bila diberikan
oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
R/ Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
- Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R/ Menyimpan tenaga pasien,
mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
- Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
R/ Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
- Berikan pencegahan IPPB
R/ Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
- Review X-ray dada
R/ Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
- Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
R/ Untuk mencegah ARDS
Dx 3 Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan
penggunaan deuritik, keluaran cairan kompartemental
Tujuan :
Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan
tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Intervensi :
Independen
- Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
R/ Berkurangnya volume/keluarnya
cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume
denyut nadi menurun.
- Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum
R/ Penurunan cardiac output
mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi
dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.
- Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
R/ Memberikan informasi tentang
status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya
deficit cairan.
- Timbang berat badan setiap hari
R/ Perubahan yang drastis merupakan
tanda penurunan total body water
Kolaboratif
- Berikan cairan IV dengan observasi ketat
R/ Mempertahankan/memperbaiki volume
sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian
cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
- Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
R/ Elektrolit khususnya pottasium
dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi deuritik.
Dx 4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan
, perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia)
ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan
merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
Tujuan :
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
- Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang
- Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.
Intervensi :
Independen:
- Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
R/ Hipoksemia dapat menyebabkan
kecemasan.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat.
R/ Cemas berkurang oleh meningkatkan
relaksasi dan pengawetan energi yang digunakan.
- Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
R/ Memberi kesempatan untuk pasien
untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
- Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
- Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
R/ Langkah awal dalam mengendalikan
perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan terekspresi.
- Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
R Menerima stress yang sedang
dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.
- Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
R/ Menolong pasien untuk menerima
apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak
diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada
perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.
- Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas.
R/ Kemampuan yang dimiliki pasien
akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya
Kolaboratif
1.
Memberikan
sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.
R/ Mungkin dibutuhkan untuk menolong
dalam mengontrol kecemasan dan meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek
samping seperti depresi pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi
penggunaan.
Dx 5. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang
dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi
yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.
Tujuan :
- Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi
- Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis
- Memformulasikan rencana untuk follow –up
Intervensi :
Independen
- Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara pengobatan di rumah. Meliputi hal yang dianjurkan.
R/ Penyembuhan dari gagal nafas
mungkin memerlukan perhatian, konsentrasi dan energi untuk menerima informasi
baru. Ini meliputi tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau yang
sedang mengalami penyembuhan.
- Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami pasien.
R/ ARDS adalah sebuah komplikasi
dari penyakit lain, bukan merupakan diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh
perkembangan itu, dalam k esehatan sistem respirasi sebelumnya.
- Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi.
R/ Pencegahan perlu dilakukan selama
tahap penyembuhan. Hindari faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti
merokok. Reaksi alergi atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah
komplikasi berikutnya.
- Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan diberikan
R/ Merupakan instruksi bagi pasien
untuk keamanan pengobatan dan cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
- Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori
R/ Pasien dengan masalah respirasi
yang berat biasanya kehilangan berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan
nutrisi meningkat untuk penyembuhan.
- Bimbing dalam melakukan aktivitas.
R/ Pasien harus menghindari
kelelahan dan menyelingi waktu istirahat dengan aktivitas dengan tujuan
meningkatkan stamina dan cegah hal yang membutuhkan oksigen yang banyak
- Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat energi selama aktivitas.
R/ Kondisi yang lemah mungkin
membuat kesulitan untuk pasien mengatur aktivitas yang sederhana.
- Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi sistem pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi.
R/ Alasan mengerti dan butuh untuk
follow up care sebaik dengan apa yang merupakan kebutuhan untuk meningkatkan
partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin mempertinggi kerjasama dengan
medis.
- Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan perawat
R/ Mendukung selama periode
penyembuhan
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Multi Organ
Disfungsi Syndrom (MODS), sebelumnya dikenal sebagai kegagalan organ multiple (MOF) atau kegagalan organ multisistem (MSOF),
diubah organ
fungsi pada pasien akut yang membutuhkan medis, intervensi untuk mencapai homeostasis .
Penggunaan "kegagalan organ multiple" atau "kegagalan organ
multisistem" harus dihindari karena frase yang didasarkan pada parameter
fisiologis untuk menentukan apakah atau tidak organ tertentu yang gagal.
2.
Multi Organ
Disfungsi Syndrom Beberapa adalah adanya
fungsi organ berubah pada pasien yang sakit akut sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Ini biasanya melibatkan dua atau
lebih sistem organ.
3.
Tidak
efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan
: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
tanpa sputum, cyanosis.
4.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan :
takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan
A-a Gradient.
5.
Resiko
tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran
cairan kompartemental
6.
Resiko
tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
7.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan
curah jantung,edema,hipotensi.
8.
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,pening
katan sekresi,penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau
kelelahan.
9.
Cemas/takut
berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan,
takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan
masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya,
ketakutan, gelisah.
10.
Defisit
pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan berhubungan dengan
kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan
pertanyaan , menyatakan masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
2. ^ Matsuda N, Y Hattori (2006).
"Sistemik sindrom respon inflamasi (SIRS): patofisiologi molekular dan
terapi gen" J.. Pharmacol. . Sci 101 (3):. 189-98 doi : 10.1254/jphs.CRJ06010X . PMID 16.823.257 .
3. ^ Kabay B, C Kocaefe, Baykal A, et
al. (2007). "Interleukin-10 transfer gen: pencegahan cedera organ
multiple dalam ligasi cecal murine dan model tusuk sepsis" Dunia J Surg
31 (1):. 105-15. doi : 10.1007/s00268-006-0066-9 . PMID 17.171.483 .
4. ^ Deitch EA. Obstruksi usus yang
sederhana menyebabkan translokasi bakteri pada manusia Arch Surg 1989; 124:. 699-701.
5.
^ Dhainaut JF, Laterre PF, Janes JM, et
al. (2003). "Drotrecogin alfa (diaktifkan) dalam pengobatan pasien
sepsis berat dengan organ ganda disfungsi: Data dari percobaan kecakapan" Intensive
Care Med 29 (6):.. 894-903 doi : 10.1007/s00134-003-1731-1 . PMID 12.712.239 .
6.
Cherniack.
1997. Terapi Mutakhir Penyakit Saluran Pernafasan. Dr. Lyndon Saputra
(Ed). EGC : Jakarata
7.
Doengoes,
M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
8.
Hudak,
Gallo. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar