BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Antibiotik termasuk jenis obat yang
cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah zat yang
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.
Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, jutaan
orang di seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi yang
saat ini mudah diobati.Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, diperkirakan
30 juta orang meninggal, lebih banyak daripada yang terbunuh pada Perang Dunia
I.
Pencarian antibiotik telah dimulai sejak
penghujung abad ke 18 seiring dengan meningkatnya pemahaman teori kuman
penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan bakteri dan mikroba yang
menyebabkan penyakit.Saat itu para ilmuwan mulai mencari obat yang dapat
membunuh bakteri penyebab sakit. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk
menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", yaitu obat yang dapat
membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan keracunan.
Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan
Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa suatu produk dalam airmata manusia
dapat melisiskan (menghancurkan) sel bakteri. Zat ini disebut lysozyme, yang
merupakan contoh pertama antibakteri yang ditemukan pada manusia.Seperti
pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan buntu dalam usaha pencarian
antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang merusak sel-sel bakteri
non-patogen.Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan
antibakteri lain. Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set
cawan petri lama yang ia tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus
aureus yang ia goreskan pada cawan petri tersebut telah lisis. Lisis sel
bakteri terjadi pada daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang
tumbuh pada cawan petri. Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan
tersebut menyebabkan lisis sel stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai
penisilin karena cendawan pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium
notatum.Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin,
namun pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat
tersebut. Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang
menemukan sifat-sifat penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan
hubungan antara cendawan dan zat yang memiliki sifat-sifat antibakteri,
sehingga Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah sampai penemuan kembali
oleh Fleming.
B. Tujuan Penulisan
1.
Untuk memnuhi tugas Mata Kuliah Farmakologi
2.
Untuk mengetahui obat Antibiotik
3.
Untuk mengetahui jenis Antibiotik
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Antibiotik adalah zat yang di bentuk
oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan organisme
lain.
B.
Jenis Antibiotik
Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik,
namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga
mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik,
salah satunya berdasarkan struktur kimianya.
Berdasarkan
struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
Mekanisme
Kerja : Berikatan dengan Ribosom secara irreversible pada ribosom sehingga
menyebabkan gangguan yang kompleks pada sintesis protein.
b.
Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),
golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin,
amoksisilin).
Mekanisme
Kerja : Menghambat pembentukan dinding sel dengan cara menghambat alanin
transpeptida sehingga pita gikon pada dinding sel tidak menyatu.
c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Polipeptida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin,
roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
Mekanisme
Kerja : Merusak membrane sitoplasma mikroba.
e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.
f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.
g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan
kinupristin-dalfopristin.
h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.
i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan
asam fusidat.
Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu
mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut:
- Mengganggu
sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem,
vankomisin, basitrasin.
- Mengganggu
sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,
makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
- Menghambat
sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
- Mengganggu
sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
- Mengganggu
sintesa RNA, seperti rifampisin.
6.
Mengganggu fungsi membran sel, seperti
polimiksin B, gramisidin.
Antibiotik dapat pula digolongkan
berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan
keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang
membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang
berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.
Sebagian besar antibiotik mempunyai
dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh pabrik obat, dan nama generik yang
berdasarkan struktur kimia antibiotik atau golongan kimianya. Contoh nama
dagang dari amoksilin, sefaleksin, siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin
dan doksisiklin, berturut-turut adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin,
dan Vibramycin.
Setiap antibiotik hanya efektif
untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk pasien yang didiagnosa menderita
radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab
radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing antibiotik bervariasi
tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi
tersebut.
Antibiotik oral adalah cara yang
paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan antibiotik intravena (suntikan
melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan untuk kasus yang lebih serius.
Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal seperti dalam bentuk salep,
krim, tetes mata, dan tetes telinga.
Penentuan jenis bakteri patogen
ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Tehnik khusus seperti pewarnaan
gram cukup membantu mempersempit jenis bakteri penyebab infeksi. Spesies
bakteri tertentu akan berwarna dengan pewarnaan gram, sementara bakteri lainnya
tidak.
Tehnik kultur bakteri juga dapat
dilakukan, dengan cara mengambil bakteri dari infeksi pasien dan kemudian
dibiarkan tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan penampakannya dapat membantu
mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan kultur bakteri, sensitivitas
antibiotik juga dapat diuji.
Penting bagi pasien atau keluarganya
untuk mempelajari pemakaian antibiotik yang benar, seperti aturan dan jangka
waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup dosis obat, jarak waktu antar pemakaian,
kondisi lambung (berisi atau kosong) dan interaksi dengan makanan dan obat
lain.
Pemakaian yang kurang tepat akan
mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau
menghilangkan keefektifannya.
Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan
adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan
dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak
dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma).
Berikan informasi kepada dokter dan
apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai sewaktu menerima
pengobatan dengan antibiotik.
Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter.
Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis,
pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan.
Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh
bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik
tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten
berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang.
C. Efek Samping
Disamping banyaknya manfaat yang
dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping
pemakaian, walaupun pasien tidak selalu mengalami efek samping ini. Efek
samping yang umum terjadi adalah sakit kepala ringan, diare ringan, dan mual.
Dokter perlu diberitahu bila terjadi
efek samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi
(seperti sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada
bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal
dan bilur merah pada vagina.
D. Resistensi
Antibiotik
Salah satu perhatian terdepan dalam
pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat
mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya
sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.
Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan
oleh dua proses genetik dalam bakteri:
1.
Mutasi dan seleksi (atau evolusi
vertikal)
Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada
kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada
lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati,
sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian
tumbuh dan berkembang biak.
2.
Perubahan gen antar strain dan
spesies (atau evolusi horisontal)
Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain.
Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin
(antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan
masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp.
Beberapa bakteri mengembangkan
resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen
ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan
genetik yang ada pada bakteri.Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi
menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu
ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi
tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik
lain.
Tetrasiklin, yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi
kurang bermanfaat untuk berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan
kurang terkontrol selama beberapa dasawarsa terakhir. Keberadaan bakteri yang
resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik menjadi tidak efektif lagi
dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa.Hal ini dapat menimbulkan
masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit
lama (karena strain resisten dari bakteri telah muncul), bersamaan dengan usaha
menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit baru.
Berkembangnya bakteri yang resisten
antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan
antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup seringnya antibiotik diresepkan untuk
pasien demam biasa atau flu. Meskipun antibiotik tidak efektif melawan virus,
banyak pasien berharap mendapatkan resep mengandung antibiotik ketika
mengunjungi dokter. Setiap orang dapat membantu mengurangi perkembangan bakteri
yang resisten antibiotik dengan cara tidak meminta antibiotik untuk demam biasa
atau flu.
E. Contoh Obat Antibiotik
1. Amoxicillin
a. Komposisi :
§ Tiap
sendok teh (5 ml) Suspensi mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan
amoksisilina anhidrat 125 mg.
§ Tiap
kapsul mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan amoksisilina anhidrat
250 mg.
§ Tiap
kaptab mengandung amoksisilina trihidrat setara dengan amoksisilina anhidrat
500 mg.
b. Cara Kerja
Obat
Amoksisilina merupakan
senyawa penisilina semi sintetik dengan aktivitas antibakteri spectrum luas
yang bersifat bakterisid.Aktivitasnya mirip dengan ampisilina, efektif terhadap
sebagian besar bakteri gram- positif dan beberapa gram- negative yang
pathogen.Bakteri pathogen yang sensitive terhadap amoksisilina adalah
Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. Pneumoniae, N. Gonorrhoa, H.
Influenzae, E. coli, P. mirabilis. Amoksisilina kurang efektif terhadap spesies
shigella dan Bakteri penghasil beta- laktamase.
c. Indikasi
Amoksisilina
efektif terhadap :
o
Infeksi saluran pernapasan kronik dan
akut: Pneumonia, Faringitis (tidak untuk faringitis gonore), ronchitis,
laryngitis.
o
Infeksi salurann cerna : Disentri
basiler
o
Infeksi saluran kemih: Gonore tidak
terkomplikasi, Uretritis, Sistitis, Pielonefritis.
o
Infeksi lain ; Septikemia, Endokarditis.
d. Posologi
Dosisi amoksisilina
disesuaikan dengan jenis dan beratnya infeksi. Anak- anak dengan berat badan
kurang dari 20 kg : 20- 40 mg/ kg berat badan sehari, terbagi dalam 3 dosis.
Dewasa atau anak dengan berat badan lebih 20 kg : 250- 500 mg sehari, sebelum
makan. Gonore yang tidak terkomplikasi: amoksisilina 3 gr dengan probenesid 1
gram sebagai dosis tunggal.
e. Peringatan
dan perhatian
Pasien yang alergi
terhadap sefalosporin mengakibatkan terjadiny
“ cross allerginecity”( alergi silang ). Penggunaan dosis tinggi atau jnagka
lama dapat menimbulkan superinfeksi (
biasanya disebabkan: enterobacter, Pseudomonas, S. aureus, candida ), terutama
pada saluran gastrointestinal. Hati- hati pemberian pada wanita hamil dan
menyusui dapat menyebabkan sensitivitas pada bayi.
f. Efek Samping
Pada pasien yang
hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi seperti urticaria, ruam kulit,
pruritus, angioedema, dan gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah,
glositis dan stomatitis.
g.
Kontraindikasi
Pasien dengan reaksi alergi terhadap
penisilina.
h. Intraksi obat
Probenesid memperlambat ekskresi
amoksisilina.
i. Cara
Penyimpanan
Simpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat
sejuk dan kering.
j. Cara Rekonstitusi
Suspensi
Tammbahkan
50 ml air, kocok sampai suspense homogen. Setelah 7 hari suspense yang sudah
direkostitusi tidak boleh digunakan lagi.
2. Cotrimoxazole
a. Komposisi
§ Tiap
tablet mengandung 20 mg trimetoprim dan 100 mg sulfametoksazole.
§ Tiap
5 ml suspensi mengandung 40 mg trimetoprim dan 200 mg sulfametoksazoole.
§ Tiap
tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazole.
b. Cara Kerja Obat
Cotrimoxazole
adalah bakterisid yang merupakan kombinasi sulfametoksazole dan trimetoprim dengan
perbandingan 5 : 1. Kombinasi tersebut mempunyai aktivitas bakterisid yang
besar karena menghambat pada dua tahap biosintesa asam nukleat dan protein yang
sangat esensial untuk mikroorganisme. Cotrimoxazole mempunyai spectrum
aktivitas luas dan efektif terhadap bakteri gram- positif dan gram- negative,
misalnya Streptococci, Staphylococci, Pneumococci, Neisseri, Bordetella,
Klebsiella, Shigella dan Vibrio cholerae. Cotrimoxazole juga efektif terhadap
bakteri yang resisten terhadap antibakteri lain seperti H. influenza, E.
coolli, P. mirabilis, P. vulgaris dan berbagai strain staphylococcus.
c. Indikasi
Infeksi
saluan kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E. coli, Klebsiella sp,
Enterobakter sp, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Proteus vulagaris.
Otitis media akut yang disebabkan Streptococcus Pneumoniae, Haemophillus
influenzae. Infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bronchitis kronis yang
disebabkan Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae. Enteritis yang
disebabkan Shigella flexneri, Shigella sonnei. Pneumonia yang disebabkan
Pneumocystis carinii. Diare yang disebabkan oleh E. colli.
d. Dosis
Ø 6
minggu – 6 bulan : 120 mg, 2 kali
sehari
Ø 6
bulan – 6 tahun : 240- mg, 2 kali
sehari
Ø 6-
12 tahun : 480 mg, 2 kali
sehari
Ø Dewasa
dan anak ditas 12 tahun : 960 mg, 2
kali sehari
e. Peringatan dan Perhatian
pada penderita dengan gangguan fungsi
ginjal, dosis harus dikurangi untuk mencegah terjadinya akumulasi obat. Selama
pengobatan dianjurkan untuk banyak minum, minimal 1,5 liter sehari. Pada gangguan
jangka panjang sebaiknya dilakukan ppemeriksaan darah secara periodic karena
kemungkinan terjadi diskrasia darah.
f. Efek Samping
efek samping jarang terjadi pada umumnya
ringan, seperti reaksi hipersensitif, ruam kulit, sakit kepala dan gangguuan
pencernaan misalnya muual, muntah, dan diare.
g. Kontraindikasi
Penderita
gangguan fungsi yang parah,
insufisiensi ginjal, wanita hamil, wanita menyusui, bayi premature atau bayi
berusia dibawah 2 bulan dan pada penderita
yang hipersensitif terhadap trimetoprim dan obat- obat golongan sulfonamide.
h. Interaksi Obat
warfarin,
hipoglikemia oral, fenitoin, diuretic
i. Cara Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering,
terlinduung dari cahaya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Antibiotik
adalah zat yang di bentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan organisme lain.
Berdasarkan
struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.
b.
Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim),
golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin,
amoksisilin).
c.
Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Polipeptida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin,
roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e.
Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.
f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.
g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan
kinupristin-dalfopristin.
h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.
i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan
asam fusidat.
Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu
mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut:
- Mengganggu
sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem,
vankomisin, basitrasin.
- Mengganggu
sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,
makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
- Menghambat
sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
- Mengganggu
sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
- Mengganggu
sintesa RNA, seperti rifampisin.
- Mengganggu
fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin.
Antibiotik dapat pula
digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi.
Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan
antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan
antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram
positif dan negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Brosur obat Amoxicillin Indofarma Bekasi
Indonesia
Brosur obat Cotrimoxazole Indofarma Bekasi
Indonesia
Dr. Silvia Surini, Staf Pengajar Departemen
Farmasi FMIPA-UI dan Anggota ISTECS chapter Jepang dengan judul asli
"Antibiotik, Si Peluru Ajaib"
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-10-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Pertama).shtml
- 30k –
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-12-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Kedua).shtml
- 28k -