BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Karena jika tidak, dampak dari penyakit tersebut akan membawa berbagai komplikasi penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, kerusakan system syaraf dan penyakit lainnya.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita Diabetes Mellitusnya terbanyak setelah India, China, Uni Sovyet, Jepang, dan Brasil. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes per tahunnya, sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita.
Diabetes Mellitus itu sendiri didefinisikan sebagai penyakit dimana tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, sehingga terjadi kelebihan gula di dalam tubuh. Kelebihan gula yang kronis di dalam darah (hiperglikemia) ini menjadi racun bagi tubuh.
B. Tujuan
1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PSIKONEUROIMUNOLOGI.
2. Untuk mengetahui penyakit Diabetes Melitus secara umum dan secara PSIKONEUROIMUNOLOGI.
PEMBAHASAN
DIABETES MELITUS
· Brunner & Sudart
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan multisistem dengan karakteristik hiperglikemia karena penurunan atau tidak adanya insulin atau aktivitas insulin yang tidak adekuat.
· WHO
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis disebabkan faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama dengan karakteristik hiperglikemia kronis, tak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
· Askandar, (2000)
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
B. ETIOLOGI
· Tipe I ( Insulin Dependen Diabitus Militus )
Ø Faktor genetik : HLA Yang mempengaruhi sistem immunitas.
Ø Respon autoimmun yang dapat merusak sel beta pankreas.
Ø Infeksi virus ( Coxsakie virus )
Ø Tidak diketahui (lebih dari 50 %).
· Tipe II( Non Insulin Dependent Diabitus Militus )
Ø Obesitas : Peningkatan kebutuhan insulin, tapi pankreas tidak mampu memproduksi yang cukup.
Ø Proses Menua à Penurunan produksi insulin.
C. KLASIFIKASI / TIPE DIABITUS MILITUS
TIPE I
|
TIPE II
| |
a. Sinonim
|
Juvenile, Brittle diabitus
|
Adult Diabitus, Mild diabitus
|
b. Umur
|
< 30 tahun
|
> 35 tahun
|
c. Produk insulin
|
Tidak ada/ sedikit
|
Kurang, normal, meningkat.
|
d. Insiden
|
10 %
|
85 – 90 %
|
e. Ketosis
|
Lebih besar terjadi
|
Tidak terjadi(relatif kecil)
|
f. Injeksi insulin
|
Perlu
|
20-30 % klien perlu
|
g. BB
h. Managemen
|
Ideal, kurus
Diet, Olah raga, insulin
|
80 % obesitas
Diet, olah raga, oral/insulin
|
D. PATOFISIOLOGI
Hormon insulin merupakan hormon anabolik yang diproduksi sel beta kelenjar pankreas rata 0,6 U / kg berat badan, berfungsi menurunkan glukosa darah (Lewis, 2000). Mekanisme kerja hormon insulin yaitu meningkatkan transport glukosa ke dalam sel, meningkatkan sintesis protein (mencegah katabolisme protein otot), meningkatkan sintesis lemak (mencegah lipolisis) dan menyimpan glukosa menjadi glikogen di dalam hepar( Donna, 1992).
Penurunan produksi, malfungsi reseptor hormon insulin atau adanya antibodi insulin yang terjadi pada penderita diabitus militus, dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yaitu terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel, peningkatan katabolisme protein otot dan lipolisis.
Diabitus Militus Type I(IDDM)
Tipe I dikarakteristikkan adanya destruksi(kerusakan) sel beta pankreas yang disebabkan respon aoutoimun dan infeksi virus mumps (Lewis, 2000). Sehingga produksi hormon insulin tidak ada, yang berakibat terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel. Tidak adanya transport glukosa ke dalam sel akan mengakibatkan “starvation cell” yang akan merangsang sekresi hormon yang memiliki efek antiinsulin yaitu glukagon, epinephrin, cortisol dan somatostatin (Donna, 1992). Hormon anti insulin dapat meningkatkan glukosa darah dengan berbagai mekanisme kerjanya masing - masing sehingga menimbulkan hiperglikemia, adanya benda keton yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik. DM tipe I cenderung mengalami komplikasi diabetik ketoasidosis bila dipicu adanya infeksi, trauma, pembedahan dan faktor yang memerlukan energi berlebihan (Nancy, 1998).
Diabitus Militus Type II (NIDDM)
Tipe 2 merupakan tipe yang sering dijumpai yaitu sekitar 90 % dari jumlah penderita diabitus militus. Peningkatan kadar glukosa darah disebabkan karena penurunan responsifitas jaringan terhadap insulin karena destruksi reseptor insulin, penurunan sekresi insulin. Peningkatan kadar gllukosa darah karena tidak terjadi transport glukosa ke dalam sel. Sedangkan proses sintesis lemak dan sintesis protein masih tetap berjalan, sehingga sering penderita tipe 2 memiliki berat badan berlebihan(obesitas). Komplikasi akut dari tipe 2 yang umum yaitu terjadi hiperosmolar hiperglikemia non ketogenik(HHNK). Jarang tipe mengalami diabetik ketoasidosis, tetapi bila mana mendapatkan stresor yang berlebihan, dapat juga mengalami DKA meskipun sangat kecil kemungkinannya (Lewis, 2000)
Penderita diabitus militus dapat mengalami komplikasi diberbagai sistem organ dan bersifat akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi diabetik ketoasidosis (IDDM), hiperosmolar hiperglikemi non ketogenik (NIDDM) dan komplikasi hipoglikemia karena efek terapi insulin. Komplikasi kronik meliputi mikroangiopati (nephropati, retinopati dan neuropati) dan makroangiopati (CAD, stroke, penyakit pembuluh darah perifer). Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
| ||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||
Gejala kalsik / kardianal adalah
· Polyuria
· Polidipsi
· Poly pagi
· Berat badan kurus( IDDM)
· Obesitas ( NIDDM)
· Gula darah lebih atau sama 200 mg/100 ml.
· Gejala komplikasi
F. PENATALAKSANAAN .
a. Pemberian oral hipoglicemia( NIDDM)
b. Pemberian insuline
c. Pengaturan Diit
d. Pencegahan /penanganan komplikasi à pendidikan kesehatan
G. CATATAN PSIKONEUROIMUNOLOGI
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa oxidative stress juga berkontribusi pada perkembangan diabetes dan dapat memicu komplikasi seperti penyakit jantung. Menjaga kadar gula dalam darah saja ternyata tidak cukup untuk mencegah komplikasi. Oleh karena itu, memperbaiki oxidative stress adalah strategi yang efektif untuk mengurangi komplikasi diabetes. Tubuh memiliki sistem perlawanan terhadap oxidative stress dengan menghasilkan enzim-enzim antioksidan. Dari luar tubuh, beberapa sumber antioksidan antara lain vitamin (vitamin A, C, E), mineral (mangan, seng dan tembaga), beta-carotene, teh hijau, serta berbagai jenis buah dan sayuran.
Sayangnya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Medina et al . tahun 2007 di Brazil , penderita diabetes justru memiliki kadar antioksidan yang lebih rendah dibandingkan orang normal. Kondisi ini tentu saja meningkatkan risiko komplikasi. Oleh karena itu, penderita diabetes sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah komplikasi.
Mungkin dengan alasan itu pula, dewasa ini orang lebih memperbanyak konsumsi buah dan sayuran baik dalam bentuk segar, salad, jus atau sebagai sayur yang menemani pangan utama. Boleh jadi itu juga alasan mengapa mojang Priangan umumnya awet cantik karena senang “berlalap ria” , “suatu image” yang berdampak pada alasan mengapa seni berlalap ria menjadi menu favorit di Nusantara saat ini.
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL, dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
| |||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 199
|
>200
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 199
|
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
| |||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 125
|
>126
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 109
|
>110
|
KESIMPULAN
1. Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan multisistem dengan karakteristik hiperglikemia karena penurunan atau tidak adanya insulin atau aktivitas insulin yang tidak adekuat.
2. Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis disebabkan faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama dengan karakteristik hiperglikemia kronis, tak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
3. Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
4. Klasifikasi Diabetes Melitus ada 2 : Type I IDDM dan Type II NIDDM.
5. Manifestasi Klinisnya: Polyuria, Polidipsi, Poly pagi, Berat badan kurus
( IDDM),Obesitas ( NIDDM),Gula darah lebih atau sama 200 mg/100 ml, Gejala komplikasi.
6. Penata laksanaan : Pemberian oral hipoglicemia( NIDDM), Pemberian Insuline, Pengaturan Diit, Pencegahan /penanganan komplikasi à pendidikan kesehatan
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
| |||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 199
|
>200
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 199
|
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
| |||
Plasma vena
|
<110
|
110 - 125
|
>126
|
Darah kapiler
|
<90
|
90 - 109
|
>110
|
DAFTAR PUSTAKA
http://Diabetesmelitus.blogspot.com/
http://www.f-buzz.com/2008/08/04/serba-serbi-diabetes-mellitus/
Mansyoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid I, Jakarta Media Aesculapius. 1999
Smeltzer Suzanne C, Bare Brendo G Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner, Suddart, Edisi 8, vol 2, Jakarta: EGC 2002
Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Jakarta : Heul 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar