BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tehnik
Distraksi yang mencakup, menfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri dapat menjadi strategi yang dapat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap tekhnik kognitif afektif lainnya. (
Arntz,dkk, 1991; devine, 1990).
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima
input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke
otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga
stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri
secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya
modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh
karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih
efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri,
2007).
B. Tujuan
1. Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
2. Untuk Mengetahui Bagaimana
tehnik distraksi dapat memanipulasi Faktor- faktor yang mempengaruh pengalaman nyeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima
input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke
otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang
menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga
stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri
secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya
modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena
itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif
dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain , sehingga klien akan lupa
terhadap nyeri yang dialami.
1) Distraksi visual
Melihat
pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar
termasuk distraksi visual.
2) Distraksi
pendengaran
Diantaranya
mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu
dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik
klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga
diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang,
mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
Musik klasik
salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik klasik,
sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling
dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh
Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai “Efek
Mozart”.
Dibanding musik
klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu
merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak
kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun,
tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana,
2006)
3) Distraksi
pernafasan
Bernafas
ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan
mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai
empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi
pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan
tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.
Bernafas ritmik
dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada
saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri
dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4) Distraksi
intelektual
Antara lain
dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat
tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5) Tehnik
pernafasan
Seperti
bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang
6) Imajinasi
terbimbing
Adalah kegiatan
klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada
bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian
terhadap nyeri
C. MACAM-MACAM
TEHNIK DISTRAKSI
1. Bernafas pelan-pelan.
2. Masase sambil
menarik nafas pelan.
3. Mendengarkan lagu
sambil menepuk-nepukan jari/kaki.
4.
Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata.
5.
Menonton TV (acara kegemaran).
D. BIMBINGAN
IMAJINASI (GUIDED IMAGERY)
1.
Bina Hubungan saling percaya
2.
Jelaskan prosedur : tujuan, posisi, waktu, dan peran perawat sebagai
pembimbing.
3.
Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut klien
4.
Duduk dengan klien tetapi tidak mengganggu.
5.
Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap klien.
6. Jika klien
menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak nyaman, perawat harus
menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.
7. Minta klien untuk memikirkan
hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra
dengan suara yang lembut.
8.
Ketika klien rileks, klien berfokus pada bayangannya dan saat itu
perawat tidak perlu bicara lagi.
9. Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi,
gelisah atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya
lagi ketika klien telah siap.
10. Relaksasi akan
mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit, klien harus memperhatikan tubuhnya,
lalu catat daerah yang tagang dan daerah ini akan digantikan dengan relaksasi.
Biasanya klien rileks setelah menutup mata atau mendengarkan musik yang lembut
sebagai background yang membantu.
11. Catat hal-hal yang digambarkan klien
dalam pikiran untuk digunakan informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak
membuat perubahan pernyataan klien.
Ket:
Peptida
opioid endogen ( endogenous opioid peptide, EOP; yang juga disebut β
endorfin ) berasal dari proopiomelanokortin (POMC), yang juga merupakan
precursor untuk ACTH. ACTH dan EOP dilepaskan dari hipofisis anterior. EOP
dapat dilepaskan secara langsung sebagai respon terhadap stress atau setelah
stimulasi oleh CRH dari Hipotalamus.
EOP
memiliki beberapa fungsi fisiologis, yang mencakup efek pada nyeri, pengaturan
nafsu makan, dan modulasi respons stres melalui aksis HPA. Fungsi EOP diyakini
mencakup hal sebagai berikut:
Mengurangi
respons dan pengalaman nyeri ( EOP sering disebut sebagai “ morfin alami “
tubuh ). Akan tetapi, pajanan yang berkepanjangan terhadap nyeri atau stressor
lain dapat mengurangi simpanan EOP yang menyebabkan peningkatan persepsi nyeri
dan keputus asaan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Tehnik
distraksi adalah pengalihan dari tres perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang
lain.
2. Jenis Tehnik Distraksi: 1) Distraksi visual, 2)
Distraksi pendengaran, 3) Distraksi pernafasan, 4) Distraksi intelektual,
5) Tehnik pernafasan, 6) Imajinasi terbimbing
3. Peptida
opioid endogen ( endogenous opioid peptide, EOP; yang juga disebut β
endorfin ) berasal dari proopiomelanokortin (POMC), yang juga merupakan
precursor untuk ACTH. ACTH dan EOP dilepaskan dari hipofisis anterior. EOP
dapat dilepaskan secara langsung sebagai respon terhadap stress atau setelah
stimulasi oleh CRH dari Hipotalamus.
EOP
memiliki beberapa fungsi fisiologis, yang mencakup efek pada nyeri, pengaturan
nafsu makan, dan modulasi respons tress melalui aksis HPA. Fungsi EOP diyakini
mencakup hal sebagai berikut:
Mengurangi
respons dan pengalaman nyeri ( EOP sering disebut sebagai “ morfin alami “
tubuh ). Akan tetapi, pajanan yang berkepanjangan terhadap nyeri atau stressor
lain dapat mengurangi simpanan EOP yang menyebabkan peningkatan persepsi nyeri
dan keputus asaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.1, Edisi 8, EGC, Jakarta
J. Corwin Elizabet (2009). Buku Saku Patofisiologi. Buku Kedokteran EGC Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar